MEMASUKI awal semester II 2022, ancaman kondisi perekonomian global mulai bergeser dari risiko akibat pandemi Covid-19 menuju risiko terjadinya resesi akibat tekanan inflasi yang tinggi.
Pergerakan inflasi secara bulanan di tingkat global menunjukkan tren yang meningkat, baik pada negara maju maupun negara berkembang. Dampak inflasi yang tinggi mulai terasa pada penurunan pertumbuhan upah riil pekerja di berbagai negara, dan berpotensi menurunkan daya beli dan permintaan konsumen.
Kenaikan inflasi juga menjadi kekhawatiran utama para pelaku usaha dunia dibandingkan risiko ketidakstabilan politik dan gangguan rantai pasok bahan komoditas (berdasarkan hasil survei McKinsey & Co terhadap 899 perusahaan di dunia, Juni 2022).
Baca juga: Saat Jokowi Kembali Ingatkan soal Gelapnya Kondisi Ekonomi 2023 dan Eman-eman APBN
Berbagai indeks ketidakpastian dan risiko perekonomian global yang meningkat akibat tekanan inflasi yang tinggi mendorong naiknya probabilitas terjadinya resesi pada banyak negara.
Berdasarkan survei Bloomberg, banyak negara di dunia memiliki probabilitas di atas 20 persen untuk mengalami resesi ekonomi tahun 2023, utamanya pada negara maju seperti Uni Eropa dan AS.
Di saat pertumbuhan ekonomi berbagai negara menurun, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2022 masih cukup impresif yang ditopang peningkatan konsumsi rumah tangga, investasi, dan kinerja ekspor.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2022 mampu mencapai 5,4 persen didorong oleh pertumbuhan positif dari hampir seluruh sektor lapangan usaha, kecuali lapangan usaha Administrasi Pemerintahan dan Jasa Pendidikan.
Pada triwulan III 2022, laju positif penguatan pemulihan ekonomi nasional tersebut menghadapi tantangan dalam bentuk kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di kisaran 30 persen untuk jenis solar, pertalite, dan pertamax pada awal bulan September.
Latar belakang kebijakan tersebut adalah adanya kenaikan harga minyak mentah dan Indonesia Crude Price/ICP di tingkat global, subsidi BBM yang telah mencapai Rp 502 triliun dan semakin membebani APBN, serta subsidi BBM yang ternyata lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu (subsidi BBM kurang tepat sasaran).
Dampak dari kenaikan harga BBM tersebut langsung terlihat dengan naiknya tingkat inflasi nasional di September yang mencapai 1,17 persen (m-to-m) dan sebesar 5,95 persen (yoy).
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.