Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemangkasan Produksi Minyak OPEC+ Bakal Perburuk Inflasi

Kompas.com - 19/10/2022, 17:03 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan langkah negara-negara pengekspor minyak atau OPEC+ memangkas produksi sebesar 2 juta barrel per hari, bakal memperburuk inflasi global.

Ia menjelaskan, usai OPEC+ menyatakan keputusannya memangkas produksi, harga mintak mentah Brent yang menjadi patokan dunia kembali naik. Padahal sebelumnya harga minyak mentah Brent sempat mengalami tren penurunan.

Oleh sebab itu, lanjut Sri Mulyani, dampak dari keputusan OPEC+ tersebut menjadi salah satu fokus yang dibahas dalam pertemuan G20.

Baca juga: Tahan Modal Asing Keluar dan Jaga Nilai Tukar Rupiah, BI Perlu Naikkan Suku Bunga Jadi 4,75 Persen

"Ini menjadi salah satu topik yang juga dibahas di dalam G20 kemarin, dampak dari keputusan OPEC+ yang dianggap akan makin meningkatkan harga minyak dan memperburuk inflasi," ungkapnya dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, Rabu (19/10/2022).

Ia menyebut, dunia saat ini memang tengah dihadapkan tantangan krisis energi dampak dari perang Rusia dan Ukraina. Pasokan minyak mentah global menjadi terganggu karena geopolitik yang semakin memanas, memicu negara-negara barat memberikan sanksi terhadap Rusia, termasuk sanksi energi.

Alhasil, lonjakan inflasi pun mulai dialami sebagian besar negara di dunia. Terutama di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat yang laju inflasinya sempat mencapai 9,1 persen di Juni 2022 dan Inggris mencapai 10,1 persen pada Juli 2022, yang merupakan tingkat tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Baca juga: Waspadai Risiko Resesi Global, Pemerintah Kendalikan Inflasi hingga Jaga Pasokan Pangan


"Geopolitik yang semakin meningkat membuat disrupsi sisi suplainya menjadi semakin akut. Ini kemudian menyebabkan kenaikan harga-harga, terutama komoditas yang sangat penting seperti pangan dan energi yang mendorong inflasi secara luar biasa sangat cepat dan tinggi," jelas Sri Mulyani.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyoroti kebijakan OPEC+ yang akan berlaku mulai November 2022.

Menurutnya, pemangkasan produksi minyak ini akan membuat harga minyak dunia terus tinggi dengan bertahan di atas 90 dollar AS per barrel. Keputusan itu bertolak belakang dari harapan negara-negara berkembang yang membutuhkan harga minyak dunia lebih terjangkau.

Baca juga: Menko Airlangga: RI Masih Perlu Waspadai Risiko Inflasi

"Kita dikejutkan keputusan yang diambil OPEC+ yang memotong produksi sehingga harga minyak bertahan di atas 90 dollar AS. Tentu ini counter kebijakan yang diharapkan negara berkembang agar energi bisa berkeadilan dan affordable, tetapi yang diambil sebaliknya," ujarnya dalam acara Investor Daily Summit 2022 di JCC, Jakarta, Selasa (11/10/2022).

Seiring dengan harga minyak dunia yang akan semakin tinggi imbas pemangkasan produksi, maka dampaknya akan turut mempengaruhi besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang ditanggung pemerintah. Subsidi energi berpotensi membengkak jika harga minyak dunia terus terkerek.

"Ini catatan bagi Indonesia, sangat berpengaruh bagi subsidi energi. Oleh karena itu, sektor keuangan kita harus berhati hati, dan kita perlu mengambil langkah yang ekstrem karena langkah itu perlu kita perhatikan," kata Airlangga

Baca juga: Tambahan Subsidi Bunga KUR Bisa Genjot Penyediaan Alsintan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com