Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/10/2022, 19:38 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, banyak negara yang berpotensi mengalami gagal bayar utang atau default. Hal ini dikarenakan semakin naiknya suku bunga acuan oleh bank-bank sentral sebagai upaya menekan lonjakan inflasi.

Dia mengatakan, pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang diikuti dengan memanasnya geopolitik Rusia dan Ukraina telah memicu kenaikan harga energi dan pangan. Alhasil, lonjakan inflasi pun terjadi di sebagian besar negara di dunia.

Laju inflasi yang tinggi itu kemudian direspons bank-bank sentral dengan menaikkan suku bunga acuan guna mengendalikan inflasi. Seperti bank sentral Amerika Serikat (AS) yang sepanjang 2022 sudah menaikkan 300 basis poin dan diperkirakan terus naik hingga akhir tahun.

Baca juga: Bertemu Pimpinan Bank Dunia, Sri Mulyani: Senang Rasanya Dapat Berbincang Santai Bersama...

"Dengan kenaikan suku bunga dan likuiditas yang ketat maka akan terjadi kenaikan cost of fund, dan kemungkinan terjadinya default banyak negara yang selama ini sudah dalam posisi exposure utang dan debt service-nya sangat tinggi," ujar Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, Rabu (19/10/2022).

Dia mengungkapkan, negara yang berpotensi mengalami default pun menjadi salah satu fokus dalam pembahasan pertemuan G20 mengenai global financial safety net. 

"Seberapa banyak negara yang akan masuk dalam krisis default yang kemudian muncul dalam bentuk juga krisis ekonomi. Ini tentu merupakan suatu kondisi yang makin rumit," ungkapnya.

Ia menyebutkan, kondisi ekonomi global saat ini memang luar biasa kompleks. Lantaran dihadapkan dengan inflasi yang tinggi seiring potensi resesi yang juga tinggi, atau disebut dengan istilah stagflasi.

Sementara ruang kebijakan fiskal dan moneter menjadi semakin terbatas karena sudah digunakan oleh negara-negara dalam menghadapi krisis global di tahun 2008-2009, yang kemudian berlanjut digunakan untuk mengatasi persoalan pandemi Covid-19.

"Ini adalah konteks yang sedang dan akan terus kita kelola hari ini dan tahun 2023, bahkan pembahasan persoalan kompleks ini akan berlanjut ke 2024," ungkap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Baca juga: Sri Mulyani: Negara Adidaya Tak Bisa Selesaikan Sendiri Masalah Pandemi dan Iklim

Kendati demikian, ia meyakini, kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih berdaya tahan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga di atas 5 persen. Pada kuartal I-2022 ekonomi tumbuh 5,01 persen, lalu di kuartal II-2022 tumbuh 5,44 persen.

"Tahun 2022 ini bahkan momentum kita di kuartal II kemarin cukup baik di 5,44 persen, dan kuartal ketiga diperkirakan konsumsi masih akan sangat kuat," ucap Sri Mulyani.

Adapun dalam proyeksi berbagai lembaga internasional, ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan tumbuh di kisaran 5,1 persen hingga 5,3 persen (year on year/yoy). Rinciannya, Bank Dunia proyeksi pertumbugan ekonomi RI bisa mencapai 5,1 persen, IMF sebesar 5,3 persen, dan ADB di 5,4 persen.

"Untuk tahun depan juga semuanya masih memprediksi Indonesia bisa bertahan di atas 5," demikian Menkeu Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani: 600 Juta Orang di Pesisir Terancam akibat Perubahan Iklim

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com