Namun karena dinilai high cost dan kondisi kapal tidak juga optimal, akhirnya kerja sama ini diakhiri dan kapal ditarik kembali oleh BPPT untuk dikelola sendiri.
Pengelolaan kapal riset Baruna Jaya oleh PT SLM menarik diangkat karena beberapa hal. Pertama, manfaat yang diterima oleh BRIN selaku shipowner (pemilik kapal).
Saya tidak mengetahui secara detail kerja sama antara BPPT dan PT PAL waktu itu, selain seperti yang diungkapkan di atas. Yang jelas kerja sama antara lembaga yang dikepalai oleh Laksana Tri Handoko dan SLM kali ini sepertinya akan jauh lebih besar dan lebih banyak manfaatnya buat BRIN.
Misalnya, PT SLM menyediakan jasa manajemen, operasional, dan perawatan kapal. Manakala BRIN ingin melakukan riset kelautan, kapal dan awaknya akan disiapkan oleh perusahaan tersebut.
Ini artinya ABK Baruna Jaya yang dulu pernah bekerja di atasnya dapat kembali dipekerjakan oleh SLM. Bisa jadi gajinya akan lebih besar. Siapa tahu.
Mereka ini adalah para pelaut murni, bukan peneliti. Tentu ada peneliti yang bisa saja memiliki kecakapan (competency) sebagai pelaut di BPPT. Entahlah.
Menurut pengurus PT SLM kepada majalah Gatra, pengelolaan yang mereka lakukan tidak untuk mengoptimalkan kepentingan perusahaan. Semuanya dilakukan agar armada kapal riset (KR) selalu siap berlayar menjalani penelitian.
Apa yang dilakukan oleh SLM terbilang di luar kelaziman dalam bisnis pelayaran. Tidak masalah.
Biasanya, perusahaan ship management mengelola kapal milik shipowner dan untuk pekerjaan ini mereka dibayar oleh pemilik kapal.
Bisa juga mereka menyewakan kapal kelolaan kepada pemilik barang yang ingin mengapalkan kargonya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.