Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Migrasi Pengelolaan Kapal Negara ke Pihak Ketiga

Kompas.com - 20/10/2022, 11:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BADAN Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menyita perhatian publik. Tidak seperti biasanya yang memancing reaksi panas, kali ini tone-nya rada positif.

Hanya orang-orang internal yang terkena imbas kebijakan lembaga itu yang bereaksi. Mereka ini PNS. Kayaknya tidak akan banyak masalah.

Lalu, apa sih yang dilakukan lembaga tersebut sehingga perlu dibuatkan satu karangan?

Adalah laporan dalam majalah mingguan Gatra edisi 6-12 Oktober 2022, yang mengilhaminya. Diberi judul “Saat Sang Dewa Laut Beralih Kelola”, BRIN diketahui telah mengalihkan pengelolaan kapal riset Baruna Jaya kepada PT Sinar Mas LDA Maritime (SLM).

Afiliasi Kelompok Sinar Mas itu berhak mengelola Baruna Jaya I, Baruna Jaya III, dan Baruna Jaya VIII setelah memenangkan tender proyek penyediaan jasa ship management armada kapal riset di satuan kerja Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN.

Pagu anggaran proyek pengelolaan kapal adalah sebesar Rp 50 miliar (termasuk di dalamnya biaya operasional kapal seperti penyediaan bahan bakar minyak yang dilakukan oleh BRIN).

Sementara batas Harga Penilaian Sendiri atau HPS untuk para calon penyedia jasa ship management atau pengelolaan kapal ini adalah sebesar Rp 19,1 miliar.

PT SLM memasukkan nilai HPS hampir mendekati batas yang ditentukan tersebut. Firma ini memasukkan Harga Penilaian Sendiri senilai Rp 19,1 miliar.

Pengelolaan tiga kapal riset BRIN tersebut telah dimulai sejak 1 April 2022. Selain perusahaan itu, tender pekerjaan ship management yang ditawarkan oleh BRIN diikuti pula PT Chitra Shipyard, Reksa Tarnindo Oliva, dan Multi Ocean Shipyard.

Sebelumnya, saat BPPT belum dilebur ke dalam BRIN, kapal riset Baruna Jaya pernah juga dikelola oleh pihak ketiga, dalam hal ini PT PAL.

Namun karena dinilai high cost dan kondisi kapal tidak juga optimal, akhirnya kerja sama ini diakhiri dan kapal ditarik kembali oleh BPPT untuk dikelola sendiri.

Pengelolaan kapal riset Baruna Jaya oleh PT SLM menarik diangkat karena beberapa hal. Pertama, manfaat yang diterima oleh BRIN selaku shipowner (pemilik kapal).

Saya tidak mengetahui secara detail kerja sama antara BPPT dan PT PAL waktu itu, selain seperti yang diungkapkan di atas. Yang jelas kerja sama antara lembaga yang dikepalai oleh Laksana Tri Handoko dan SLM kali ini sepertinya akan jauh lebih besar dan lebih banyak manfaatnya buat BRIN.

Misalnya, PT SLM menyediakan jasa manajemen, operasional, dan perawatan kapal. Manakala BRIN ingin melakukan riset kelautan, kapal dan awaknya akan disiapkan oleh perusahaan tersebut.

Ini artinya ABK Baruna Jaya yang dulu pernah bekerja di atasnya dapat kembali dipekerjakan oleh SLM. Bisa jadi gajinya akan lebih besar. Siapa tahu.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com