Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos BI Sebut Kenaikan Suku Bunga The Fed Bisa Berlanjut Tahun Depan

Kompas.com - 21/10/2022, 11:11 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga acuannya (Fed Funds Rate) di sisa 2022, bahkan sampai tahun depan.

Tahun ini, The Fed dengan agresif menaikkan suku bunga acuannya. Saat ini saja The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan lima kali dengan total kenaikan 300 basis poin atau setara 3 persen menjadi 3-3,25 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, The Fed diperkirakan akan menaikkan Fed Funds Rate hingga 4,5 persen di tahun ini dan naik lagi menjadi 4,75 persen di 2023.

"Di Amerika kita perkirakan bahwa Fed Funds Rate pada tahun ini bisa naik menjadi 4,5 persen. Bahkan tahun depan bisa juga naik lagi menjadi 4,75 persen mencapai puncak tertingginya," ujarnya saat konferensi pers, Kamis (20/10/2022).

Baca juga: Suku Bunga BI Naik Lagi 50 Bps, Apa Saja Dampaknya ke Ekonomi RI?

Menurut dia, langkah agresif bank sentral menaikkan suku bunga acuan ini tidak hanya terjadi di AS tetapi juga sejumlah negara lain yang tengah mengalami lonjakan inflasi.

Pasalnya, negara-negara tersebut menilai kebijakan moneter berupa kenaikan suku bunga acuan dapat efektif meredam lonjakan inflasi.

Padahal, cara ini belum tentu efektif mengendalikan inflasi lantaran inflasi yang terjadi di negara-negara tersebut tidak hanya disebabkan oleh permintaan tapi juga dari sisi pasokan yang bermasalah.

Pasokan yang bermasalah ini disebabkan oleh adanya ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang membuat rantai pasok terhambat.

"Inilah yang muncul risiko-risiko stagflasi, stagnansi inflasi, stagnansi pertumbuhan dan inflasi yang tinggi. Bahkan di sejumlah negara termasuk juga probabilitas Amerika Serikat memasuki resesi itu juga meningkat, terakhir angkanya adalah 50 persen lebih tinggi dari perkiraan perkiraan sebelumnya," jelasnya.

Kenaikan Fed Funds Rate ini kemudian menyebabkan semakin perkasanya nilai tukar dollar AS terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah.

Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) mencapai tertinggi 114,76 pada tanggal 28 September 2022 dan tercatat 112,98 pada 19 Oktober 2022 atau mengalami penguatan sebesar 18,10 persen (ytd) selama 2022.

"Penguatan apresiasi nilai tukar yang sangat kuat, bahkan kalau dihitung dari tengah tahun lalu, penguatan dollar AS itu lebih tinggi dari 20 persen, hampir mencapai 25 persen dan ini menyebabkan pelemahan mata uang dunia termasuk juga tekanan-tekanan di emerging market di Indonesia," tuturnya.

Sementara itu, nilai tukar rupiah sampai dengan 19 Oktober 2022 terdepresiasi 8,03 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 10,42 persen, Malaysia 11,75 persen, dan Thailand 12,55 persen.

Baca juga: Suku Bunga Acuan BI Naik Lagi, Kini Jadi 4,75 Persen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com