Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2022, 17:18 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan teknologi, PT Global Digital Niaga atau Blibli tengah melakukan rangkaian penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO).

Blibli akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 17,75 miliar lembar saham baru atau setara 15 persen daei modal yang disetor, dengan nilai nominal Rp 250 per saham, di mana harga yang ditawarkan kepada masyarakat sebesar Rp 410 hingga Rp 460 setiap saham.

Dana hasil IPO yang diperkirakan sebanyak-banyaknya Rp 8,1 triliun akan digunakan sebagian untuk pembayaran saldo utang fasilitas, dan sisanya akan dialokasikan sebagai modal kerja dalam mendukung kegiatan usaha.

Baca juga: Blibli Pede IPO di Tengah Ancaman Resesi Ekonomi Global

Lantas, bagaimana prospek bisnis dari platform e-commerce yang telah berkolaborasi dengan Tiket.com dan Ranch Market itu?

Ekonom Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras Adha menilai, Blibli memiliki skala usaha modal yang besar, dengan dukungan Djarum sebagai sponsor.

Adapun salah satu tujuan dari aksi korporasi itu untuk mendorong ekspansi usaha Blibli dan ekosistemnya.

"Prospek IPO Blibli berprospek bagus dalam jangka panjang," kata dia, dalam keterangannya, dikutip Jumat (21/10/2022).

Corporate Secretary dan Investor Relation Blibli Eric Winarta mengatakan, Djarum selalu mendukung Blibli sejak awal dan berkomitmen untuk terus mendukung, terlihat dari penerbitan saham baru dalam proses IPO perusahaan.

"Artinya aksi korporasi ini bukan merupakan exit strategy, namun sponsor kami (Djarum) ingin bermitra dengan pemegang saham publik mendatang," kata Eric.

Sementara itu, riset Ajaib Sekuritas menunjukan, pada tahun 2020 hingga 2021, pertumbuhan TPV dari total semua segmen , ritel 1P, ritel 3P, institusi maupun toko fisik tumbuh sebesar 44,7 persen secara tahunan.

Adapun pada periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2021 hingga tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2022 pertumbuhan keseluruhan TPV mencapai 95 persen.

Financial Expert Ajaib Sekuritas M Julian Fadli menjelaskan, Blibli melayani segmen e-commerce, yang memiliki Total Addressable Market (TAM) sebesar 150 miliar dollar AS pada 2025 dan perkiraan pertumbuhan pada CAGR 19 persen dari tahun 2020 hingga 2025 berdasarkan Frost and Sullivan.

Kemudian, Tiket.com melayani segmen perjalanan dan gaya hidup yang memiliki perkiraan nilai TAM sebesar 41 miliar dollar AS pada 2025 dan perkiraan pertumbuhan pada CAGR 28 persen dari tahun 2020 hingga 2025 berdasarkan Euromonitor.

Lalu Ranch Market melayani segment barang kebutuhan sehari-hari dan supermarket, dengan perkiraan TAM sebesar 245 miliar dollar AS pada 2025 dan perkiraan pertumbuhan pada CAGR 6 persen dari tahun 2020 hingga 2025 berdasarkan Frost & Sullivan.

“Kekuatan BELI adalah bagian dari salah satu ekosistem yang terdiversifikasi paling besar di Indonesia,” ujar Julian.

Masih bukukan kerugian

Asal tahu saja, perusahaan milik Group Djarum ini sebenarnya masih mencatatkan kerugian hingga paruh pertama tahun ini.

Dilansir dari dokumen prospektus, perusahaan yang akan menggunakan kode emiten BELI itu membukukan kerugian sebesar Rp 2,48 triliun sampai dengan Juni 2022, lebih tinggi dari posisi yang sama tahun sebelumnya, sebesar Rp 1,12 triliun.

Adapun pendapatan Blibli sebenarnya mencatatkan lonjakan pada periode 6 bulan pertama 2022 sebesar 127 persen secara tahunan menjadi Rp 6,71 triliun, dari Rp 2,99 triliun.

Beban pokok pendapatan Blibli turut terkerek dari Rp 2,77 triliun menjadi Rp 6,15 triliun.

Dengan realisasi tersebut, perusahaan membukukan laba bruto sebesar Rp 560,76 miliar, meningkat dari Rp 225,57 miliar.

Kemudian, pada pos beban penjualan dan beban umum meningkat, hingga akhirnya rugi usaha Blibli turut naik.

Tercatat rugi usaha Blibli sampai dengan 30 Juni 2022 sebesar Rp 2,41 triliun, meningka dari Rp 1,45 triliun.

Baca juga: Bakal IPO, Blibli Tawarkan Saham Rp 410 - Rp 460 Per Lembar

Pede bukukan laba lewat omnichannel

Meskipun masih mencatatkan kerugian, manajemen mengaku optimis bisa mencatatkan laba ke depannya.

Ini akan dilakukan dengan integrasi ekosistem omnichannel yang sudah dibentuk perusahaan.

"Dalam 3-4 tahun ke belakang, masing-masing brand masih optimisasi secara independen. Ke depannya dengan sinergi ini kita melihat banyak sekali peluang," ujar CFO Tiket, Ronald Liem, dalam konferensi pers, Selasa (18/10/2022).

Menurutnya dengan integrasi yang telah terbentuk. perusahaan dapat menciptakan pertumbuhan kinerja keuangan yang berkelanjutan.

Pasalnya, perusahaan memiliki kemampuan untuk melayani pelanggan, baik secara online dan juga offline.

Di sisi lain, beban biaya yang dikeluarkan perusahaan akan terus ditekan utamanya berasal dari biaya marketing dan biaya diskon.

"Harapannya kita akan bisa mencapai titik breakeven dan kemudian profit," ucap Ronald.

Baca juga: Bakal IPO, Blibli Pastikan Djarum Tidak Hengkang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com