JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) mengatakan, stok beras Bulog selama ini menipis karena Bulog dipaksa menyerap beras di petani atau penggilingan, tetapi tidak diberikan ruang penyalurannya market oleh pemerintah.
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) Ali Usman menuturkan, hal ini pun membuat beras Bulog menumpuk di gudang sehingga menjadi turun mutu dan mengalami kerugian.
“Bulog dipaksa menyerap dengan menggunakan dana komersial. Bayangkan disuruh menyerap, disimpan gudang, beras turun mutu karena tidak ada market, tapi dana komersial yang bunganya berjalan tiap tahun. Jadi Bulog dipasung alias dikerangkeng oleh kebijakan Kementerian,” ujarnya dalam siaran persnya, Kamis (27/10/2022).
Baca juga: Harga Beras Naik, Ini Kata Badan Pangan Nasional
Padahal sebelumnya, kata Ali Usman, beras Bulog disalurkan melalui Program Rastra (beras sejahtera). Program ini sebenarnya merupakan program mapan dari pemerintah pusat, karena menjaga ketahanan pangan rakyat dan menjaga inflasi di daerah atau nasional.
"Sebab beras rentan inflasi karena mayoritas dikonsumsi utama rakyat Indonesia terutama masyarakat miskin. Juga memberi kepastian harga gabah ditingkat petani," ujarnya.
Menurutnya, harapan baru justru muncul ketika Perpres nomor 66 tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional (Bapanas) lantaran memberikan oase kepada Bulog dan BUMN Pangan yang lain.
Perpres itu, kata dia, akan memberikan ruang kepastian jumlah CBP dan penyalurannya oleh Bulog. Khususnya pada pasal 28 Ayat 1 dan 2, Bapanas melalui Bulog dapat mengeksekusi dan akselerasi program penyaluran beras untuk stabilisasi pasokan dan harga.
Baca juga: Badan Pangan Nasional: Beras Jadi Komoditas Pangan Penyebab Inflasi
Di sisi lain Kementerian Koordinas Bidang Perekonomian merancang Perpres Nomor 125 tahun 2022 tentang Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dan terbit pada tanggal 24 Oktober kemarin.
Ali menyoroti pasal 4 ayat 2 yang menyatakan penetapan jumlah CPP dilakukan berdasarkan hasil rakortas tingkat menteri atau kepala lembaga. Selanjutnya, pada pasal 11 ayat 6, penyaluran CPP dilakukan melalui Rakortas tingkat Menteri atau kepala Lembaga.
"Perlu diperingatkan jangan sampai Perpres ini memasung kedua kalinya peran Bulog dan BUMN Pangan, yakni di paksa menyerap CPP tetapi tidak diberikan kewenangan penyaluran," tuturnya.
Baca juga: Respons Kenaikan Harga Beras, Menteri Zulhas: Kalau Harga di Bulog Naik, Pemerintah Langsung Subsidi
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.