JAKARTA, KOMPAS.com - World Energy Outlook (WEO) 2022 yang dipublikasikan oleh International Energy Agency (IEA) mencatat total permintaan bahan bakar fosil terus menurun sejak pertengahan 2020 hingga akhir 2050. Penurunan itu bahkan jauh lebih cepat dan lebih jelas dalam skenario WEO yang lebih fokus pada iklim.
Fatih Birol, Direktur Eksekutif IEA mengungkapkan, invasi Rusia ke Ukraina memicu krisis energi global yang pada gilirannya berpotensi mempercepat transisi sistem energi dunia dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.
“Dengan kebijakan saat ini, dunia energi berubah secara dramatis. Respons pemerintah di seluruh dunia adalah berjanji untuk menjadikan (krisis) ini sebagai titik balik bersejarah menuju sistem energi yang lebih bersih, terjangkau, lebih aman,” kata Fatih dalam siaran pers Kamis (27/10/2022).
Baca juga: Memosisikan Gas Bumi Sebagai Jembatan Transisi Energi, Apa Saja Pekerjaan Rumah yang Harus Dihadapi?
Dalam Stated Policies Scenario, porsi bahan bakar fosil pada bauran energi global turun dari sekitar 80 persen menjadi hanya 60 persen pada tahun 2050.
Emisi CO2 global juga turun perlahan dari titik tertinggi 37 miliar ton per tahun menjadi 32 miliar ton pada 2050. Penurunan juga akan terjadi dalam perdagangan batu bara global.
Outlook ini menghitung berdasarkan skenario janji yang diumumkan pemerintah negara-negara di dunia (Announced Pledges Scenario/APS) yang menyebut bahwa perdagangan global batu bara turun 25 persen hingga 2030, dan 60 persen hingga 2050.
Laporan tersebut juga mencatat ekspor Indonesia turun 30 persen hingga 2030 karena pasar batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar seperti untuk PLTU, diperkirakan akan menurun.
Baca juga: Wamen BUMN: Transisi Energi Tidak Bisa Dihindari
Dalam skenario Net Zero Emission (NZE), perdagangan batu bara global bahkan menurun hingga 90 persen antara tahun 2021 dan 2050 karena teknologi energi bersih dengan cepat dan progresif menggantikan batu bara di seluruh sistem energi.
Laporan WEO 2022 juga memproyeksikan peningkatan permintaan energi di seluruh dunia. Di Asia Tenggara, pertumbuhan permintaan energi rata-rata tahunan lebih dari 3 persen dibanding tahun 2021 hingga 2030, dengan batu bara terus mendominasi sektor kelistrikan.
Namun, dengan implementasi penuh rencana pensiun dini PLTU batu bara pada 2050, penggunaan batu bara di sektor ketenagalistrikan turun lebih dari setengah pada 2050 dan energi terbarukan akan dengan cepat menjadi sumber pembangkit listrik terbesar.
“Perjalanan menuju sistem energi yang lebih aman dan berkelanjutan mungkin tidak mulus. Tetapi krisis energi global saat ini memperjelas mengapa kita perlu terus maju,” ujar Fatih.
Baca juga: Menilik Potensi Risiko Dibalik Penggunaan Batu Bara Sebagai Sumber Energi Primer PLN
Analis energi dari lembaga pemikir iklim dan energi Achmed Shahram Edianto mengatakan, laporan ini mempertegas bahwa kenaikan permintaan batu bara global di sektor ketenagalistrikan hanya bersifat sementara.
“Porsi pembangkitan listrik batu bara (unabated coal) akan terus mengalami penurunan. Walaupun krisis energi telah mengurangi perhatian dunia terhadap krisis iklim, namun jawaban untuk mengatasi keduanya ternyata sama: transisi menuju energi bersih,” ungkap Achmed.
Baca juga: Daftar 12 PLTU yang Bisa Pensiun Dini 2022-2023, Biaya dan Dampaknya, Menurut Kajian IESR
Analis energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna mengungkapkan, peran gas sebagai ‘jembatan’ transisi energi akan semakin dalam tekanan besar.
Dengan terpinggirkannya Rusia sebagai eksportir gas raksasa ke Eropa, dorongan untuk memendekkan jembatan ini akan semakin menguat.
“Volatitas harga menyulitkan negara-negara berkembang importir LNG (gas cair) dalam berkompetisi dengan pasar-pasar besar. Hal ini turut menekan reputasi gas sebagai energi yang kerap menjanjikan opsi energi yang ‘affordable and reliable’,” jelas Putra.
Putra menambahkan, saat ini Indonesia masih memiliki cadangan gas yang bisa bertahan beberapa dekade, namun harus sangat berhati-hati dalam mendorong penggunaan gas besar-besaran dengan ‘harga semu’.
“Melindungi pembangkit listrik dan industri dengan harga semu yang ditopang pemerintah hanyalah landas pacu yang harus digunakan dengan baik,” lanjut Putra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.