Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendataan Penerima BSU Perlu Diperbaiki, Pemerintah Harus "Jemput Bola"

Kompas.com - 31/10/2022, 10:29 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang belum merata menjadi salah satu alasan terjadinya kasus pemotongan gaji karyawan Waroeng Spesial Sambal (SS) yang ramai beberapa waktu belakangan.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) selama ini mengambil data peserta penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari kepesertaan aktif BPJS Ketenagakerjaan sehingga pekerja yang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan tidak menjadi penerima BSU meski syarat-syarat BSU lainnya telah dipenuhi.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, proses pendataan penerima BSU itulah yang harus segera diperbaiki agar penyaluran BSU dapat merata dan sesuai target.

Baca juga: BSU Tahap 7 Cair 2 November, Cek Status Penerima lewat Aplikasi Pospay

Terlebih di tengah ancaman resesi ekonomi global, risiko gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi lebih besar sehingga program BSU ini sangat dibutuhkan para pekerja.

"BSU yang inklusif yang merata, dengan nominal yang tentu jauh lebih besar orangnya, ini bisa menjadi bantalan sosial menghadapi tekanan ekonomi. Jadi soal pendataan ini urgen untuk dibereskan segera," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (30/10/2022).

Dia menjelaskan, untuk memperbaiki pendataan penerima BSU ini, pemerintah tidak boleh hanya bergantung pada data BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, tidak semua pekerja terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

Baca juga: Gaji Penerima BSU Dipotong Perusahaan, Jangan Ragu Lapor ke Disnaker


Misalnya pada pekerja sektor formal, tidak semua memiliki BPJS Ketenagakerjaan karena bisa saja pekerja tidak didaftarkan oleh perusahaan, terhalang masa kerja, dan alasan lainnya.

Belum lagi pekerja informal berjumlah lebih dari 80 juta pekerja dan disinyalir banyak yang tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan. Padahal pekerja informal ini merupakan kalangan yang rentan karena besaran upahnya di bawah upah minimum.

"Jadi solusinya pemerintah ini harus jemput bola, tidak bisa hanya mengandalkan data BPJS Ketenagakerjaan. Karena nanti akan bias hanya melindungi pekerja di sektor tertentu, salah satunya adalah sektor manufaktur. Tapi di sektor usaha lainnya ini harus ada usaha jemput bola," ungkapnya.

Baca juga: Soal Waroeng SS, Kenapa Perusahaan Tak Dilibatkan dalam Verifikasi Penerima BSU?

Untuk itu, pemerintah dapat mengerahkan Dinas Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk bekerja sama mendata ulang pekerja-pekerja yang masuk dalam kategori penerima BSU dalam hal besaran gajinya.

Kemudian, pemerintah juga dapat membuat sebuah website atau aplikasi untuk menjadi wadah perusahaan dan pekerja untuk mendaftarkan diri jika merasa memenuhi syarat penerima BSU tapi tidak terdaftar sebagai penerima BSU.

"Kalau memang para pekerja ini berhak, perusahaan bisa mendaftarkan. Pekerja itu pun sendiri bisa mendaftarkan apabila tidak mendapatkan atau tidak menjadi basis peserta dari BSU," jelasnya.

Baca juga: Waroeng SS Potong Gaji Karyawan Penerima BSU, Kemenaker Kerahkan Pengawas

Diberitakan sebelumnya, Pemilik sekaligus Direktur Waroeng SS, Yoyok Hery Wahyono mengatakan, perusahaan tidak pernah dilibatkan dalam verifikasi data karyawan penerima BSU oleh pemerintah.

Hal inilah yang membuat penyaluran BSU tidak merata ke seluruh pegawainya sehingga dianggap hanya menimbulkan ketidakrukunan antar karyawan.

Untuk itu, perusahaannya mengambil kebijakan memotong gaji karyawan yang menerima BSU guna menjaga kerukunan antar karyawan.

Baca juga: Kemenaker Bakal Tegur Pemilik Waroeng SS yang Potong Gaji Karyawan Penerima BSU

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

IHSG dan Rupiah Berakhir di Zona Hijau

IHSG dan Rupiah Berakhir di Zona Hijau

Whats New
Luhut Ungkap Tugas dari Jokowi Jadi Koordinator Investasi Apple di IKN

Luhut Ungkap Tugas dari Jokowi Jadi Koordinator Investasi Apple di IKN

Whats New
Bandara Sam Ratulangi Ditutup Sementara akibat Erupsi Gunung Ruang, 33 Penerbangan Terdampak

Bandara Sam Ratulangi Ditutup Sementara akibat Erupsi Gunung Ruang, 33 Penerbangan Terdampak

Whats New
Akankah Relaksasi HET Beras Premium Tetap Diperpanjang?

Akankah Relaksasi HET Beras Premium Tetap Diperpanjang?

Whats New
Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Whats New
Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Whats New
Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Work Smart
Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Whats New
KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com