Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dian Yuanita Wulandari
Project and Business Development Manager

Praktisi agribisnis; Project and business development manager sebuah kantor agribisnis di Jakarta; Konsultan independen beberapa proyek agribisnis strategis; Alumnus Fakultas Kehutanan dan Magister Manajemen Agribisnis UGM dan aktif di Asosiasi Logistik Indonesia dan International of Food and Agribisnis Management Association (IFAMA).

Nasib Petani dalam Pusaran Resesi

Kompas.com - 01/11/2022, 11:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ANCAMAN resesi global semakin nyata bergulir. Beberapa indikator historis telah memberi alarm agar kita semua bersiap.

Tiga negara dengan ekonomi terbesar dunia, yakni Amerika Serikat, Cina, dan Uni Eropa tengah mengalami perlambatan ekonomi signifikan.

Inflasi mengkerek kenaikan harga-harga komoditas yang kemudian menjadi ihwal bank sentral sejumlah negara maju menaikkan suku bunga tak terkecuali Indonesia.

Di saat harga berbagai komoditas naik, penerimaan domestik bruto (GDP) justru menunjukkan penurunan. Pemerintah terus mengatur strategi agar negara tidak turut terjerembab dalam jurang resesi.

Di tengah paham literasi keuangan yang semakin meluas di kalangan masyarakat, resesi menjadi topik hangat sekaligus sumber kegusaran.

Setiap orang mulai berpikir bagaimana pengelolaan keuangan yang tepat untuk menghadapi resesi.

Namun, hal penting yang masih sangat jarang dibicarakan, yakni bagaimana resesi dapat menggempur sektor pertanian yang merupakan sektor utama penunjang kebutuhan pangan setiap individu.

Belum lama ini Menteri Keuangan RI Sri Mulyani membagikan momen lawatannya di Amerika Serikat. Beliau menyoroti kenaikan harga taco, makanan khas Mexico, yang sebelumnya berharga 7,5–8 dollar AS naik menjadi 12–13 dollar AS.

Nampak sederhana, tapi kenaikan harga taco ini sesungguhnya memberikan pesan penting, yaitu potensi melambungnya harga pangan yang mungkin saja lebih buruk jika resesi terjadi.

Data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada periode 1995–2017 menunjukkan bahwa perlambatan ekonomi berdampak terhadap ketersediaan pangan khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Meskipun isu pangan dan ekonomi berkembang dari penyebab yang berbeda, tetapi keduanya saling terkait erat.

Sebagai contoh, kenaikan harga pangan kerap menjadi kontributor dominan pada inflasi negara; daya beli masyarakat yang lesu berakibat pada over supply produk pangan yang akhirnya menurunkan penerimaan petani; juga berbagai isu pangan lain yang menjalar di berbagai lini kehidupan.

Posisi dilematis petani

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kelompok masyarakat miskin di Indonesia rata-rata menghabiskan 60–70 persen dari keseluruhan anggaran mereka untuk kebutuhan pangan. Alhasil instabilitas harga pangan dapat mengekspos mereka pada posisi rentan.

Jika harga pangan terutama bahan pokok naik, mereka akan merelokasikan pos-pos anggaran guna mengamankan isi perut.

Langkah yang umum dilakukan, yaitu memangkas dana pendidikan dan kesehatan agar kebutuhan pangan terpenuhi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com