Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dian Yuanita Wulandari
Project and Business Development Manager

Praktisi agribisnis; Project and business development manager sebuah kantor agribisnis di Jakarta; Konsultan independen beberapa proyek agribisnis strategis; Alumnus Fakultas Kehutanan dan Magister Manajemen Agribisnis UGM dan aktif di Asosiasi Logistik Indonesia dan International of Food and Agribisnis Management Association (IFAMA).

Nasib Petani dalam Pusaran Resesi

Kompas.com - 01/11/2022, 11:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika cara ini belum efektif, mungkin tak ada jalan lain selain mengurangi jumlah dan frekuensi makan. Dampaknya konsumsi energi dan protein menurun.

Bagai efek domino, langkah tersebut membuat kelompok ini juga tertatih dalam urusan kesehatan dan pendidikan.

Fakta yang lebih memilukan, sebagian besar penduduk miskin di Indonesia didominasi oleh petani. Mayoritas petani kita merupakan petani skala kecil yang rata-rata hanya menguasai lahan 0,2 sampai 0,5 hektar saja sehingga pendapatannya relatif rendah.

Berbeda dengan kelompok profesi lain, petani berperan sebagai produsen dan konsumen sekaligus. Ini membuat petani harus merasakan pukulan ganda.

Petani memiliki peran vital bagi kemaslahatan umat manusia. Tapi sayangnya kesejahteraan petani masih dipandang sebagai dampak ikutan atas produksi pertanian.

Premis yang berlaku, yaitu jika produksi dan produktivitas pertanian meningkat, maka petani akan sejahtera.

Selama ini kebijakan subsidi harus diartikulasikan dulu ke dalam strategi peningkatan produksi pangan.

Pemberian subsidi seperti subsidi pupuk, bibit, alsintan, modal usaha selalu diarahkan pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas. Belum ada kebijakan yang mengarah langsung pada upaya peningkatan kesejahteraan petani.

Di sisi lain, petani yang tergolong kelompok rentan kembang kempis memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Petani sebagai produsen juga seringnya tak bisa menikmati kenaikan harga pangan karena bargaining position yang rendah.

Refleksi

Dana Moneter Internasional (IMF) telah mewanti-wanti penanganan resesi dengan cara pembatasan kenaikan harga, subsidi, atau pemotongan pajak akan sangat mahal bagi anggaran negara.

Oleh karena itu, IMF mendorong para petinggi negara untuk memberi dukungan pada kelompok rentan sebagai prioritas.

Dalam hal ini pemerintah memang telah menerapkan program jaring pengaman sosial melalui berbagai skema bantuan khususnya untuk kelompok masyarakat miskin.

Sebutlah bantuan sosial Program Keluarga Harapan yang bertujuan meningkatkan taraf kesehatan dan pendidikan. Kemudian Bantuan Pangan Non Tunai yang mengurangi beban pengeluaran pangan meskipun masih hanya terbatas untuk pembelian beras dan/atau telur.

Serta jenis bantuan langsung tunai lain yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tak terkecuali petani.

Pertanyaannya, apakah subsidi untuk peningkatan produksi pertanian telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com