Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Bolehkah Menjadi “Kutu Loncat” dalam Karier?

Kompas.com - 01/11/2022, 18:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion

KOMPAS.com - Mungkin kita pernah mempunyai rekan kerja yang kerap pindah ke perusahaan baru dalam rentang waktu singkat. Biasanya, orang itu disebut sebagai “kutu loncat” karena perjalanan kariernya yang kerap berpindah-pindah.

Eza Hazami, Content Employer dan Employer Branding Specialist, pun juga memberikan pandangannya terkait fenomena ini dalam siniar Obsesif musim ketujuh bertajuk “Karier Kutu Loncat, Oportunis atau Realistis?” yang dapat diakses melalui dik.si/ObsesifS7EP4.

Faktor Penyebab Seseorang Menjadi “Kutu Loncat

Eza mengungkapkan kalau “kutu loncat” kerap diasosiasikan negatif. Padahal, kita juga perlu mengetahui dari dua sisi. Ia pun menekankan penyebab hal ini, “Soalnya kita suka nge-judge duluan tanpa tahu alasan di baliknya.”

Biasanya, karyawan yang senang berpindah-pindah pekerjaan memiliki berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Ada beberapa dari mereka yang memiliki target pencapaian tinggi.

Dalam kasus ini, jika si “kutu loncat” merasa sudah cukup membantu perusahaan meraih target, mereka akan pindah ke tempat kerja lainnya untuk mewujudkan pencapaian baru.

Sementara alasan lainnya adalah situasi kantor yang kurang kondusif. Eza menambahkan, “Apalagi fresh graduate yang masih belum tahu plus-minusnya. Atau dari lingkungannya, atau dari company-nya gak bisa dukung growth gitu lah, ya.”

Baca juga: Lakukan Ini Saat Menghadapi Bos yang Tidak Adil

Akan tetapi, bukan tidak mungkin si “kutu loncat” ini memiliki tekanan dan tuntutan yang berasal dari keluarga.

Pasalnya, tidak dapat dimungkiri bahwa keluarga juga merupakan elemen penting dalam karier dan bahkan bisa jadi si “kutu loncat” ini merupakan tulang punggung keluarganya.

“Kutu Loncat” dari Kacamata HR

Sebagai HR, Eza memandang “kutu loncat” sebagai hal yang menantang. Itu sebabnya, diperlukan riset dan obrolan yang mendalam saat melakukan wawancara. Pria ini kerap menanyakan target pekerjaan yang ingin diraih.

Menurutnya, dunia kini sudah berubah dan perbedaan zaman menjadi faktor utamanya. Pada zaman orangtua kita dulu, lapangan pekerjaan masih sangat sedikit sehingga karyawan sulit berpindah-pindah ke tempat kerja baru.

Kini, perusahaan dengan berbagai macam jenis pun tersedia. Banyak pula pekerjaan baru yang semakin berinovasi. Alasan-alasan tersebut yang membuat anak muda semakin mudah menjadi “kutu loncat”.

“Karena aku lihat anak muda susah diajak loyal, kecuali sesuai dengan passion dan value mereka. Soalnya, value perusahaan juga mempengaruhi (mereka),” jelas Eza.

Oleh karena itu, ada tiga hal yang biasa Eza lakukan saat berhadapan dengan karyawan “kutu loncat”.

Pertama adalah pengecekan latar belakang. Pada tahap ini, Eza akan bertanya ke HR di perusahaan sebelumnya terkait alasan yang bersangkutan pindah. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada masalah.

Kedua adalah melihat dampak dari pekerjaannya hingga ia memutuskan keluar. Ia pun memperjelas tahap ini, “Ketika kita ngomong ‘kutu loncat’, jangan sampai kita cuma jadi kutu yang loncat tanpa legacy. Kita harus punya sesuatu yang dikenang.”

Baca juga: Good Employer Branding Tergantung pada Perusahaan?

Ketiga adalah selalu bertanya mengenai pandangan karier di masa depan. “Orang yang hanya sekedar jadi ‘kutu loncat’, mereka pasti akan kelabakan dalam menjawabnya.”

Lalu, apakah karyawan kerap yang menjadi “kutu loncat” ini bisa berhenti? Kapan mereka merasa cukup terhadap pilihan karier mereka?

Jawaban lengkapnya bisa kalian dengarkan melalui siniar Obsesif bertajuk “Karier Kutu Loncat, Oportunis atau Realistis?” di Spotify. Di sana, ada pula beragam informasi menarik seputar dunia kerja untuk para fresh graduate dan job seeker, loh!

Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode ini melalui tautan https://dik.si/ObsesifS7EP4.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com