Presiden Joko Widodo pernah melepas ekspor nasional menggunakan layanan tersebut pada 2018. Adapun rutenya meliputi Jakarta-Laem Chabang (Thailand)-Ho Chi Minh (Vietnam)-Los Angeles.
Sayang, layanan hanya berlangsung setahun dan terpaksa dihentikan karena muatan yang diangkut, khususnya dari Jakarta, terbilang rendah dan tidak bertumbuh.
Baca juga: Layani Pelayaran Jakarta-Los Angeles, CMA-CGM Bidik Pasar Kargo 20 Persen
Sementara itu, pelabuhan-pelabuhan dalam rute Columbus JAX mencakup Jakarta-Laem Chabang-Vung Tau (Vietnam)-Singapura-Port Klang (Malaysia). Yang menarik dari rute ini adalah dimasukannya dua transshipment hub di kawasan Asia Tenggara, yaitu Singapura dan Port Klang.
Pada rute Java South East Asia Express Service sebelumnya, keduanya tidak masuk. Kok, bisa begitu?
Jawaban sederhananya adalah: sepertinya kapal-kapal yang dioperasikan dalam layanan Columbus JAX tetap diposisikan sebagai kapal feeder dengan Singapura dan Port Klang sebagai destinasinya.
Selanjutnya peti kemas yang diturunkan di sana akan dialihmuatkan ke kapal lain, bisa saja ke maskapai lainnya.
Sekadar catatan, dalam layanan direct call bisa saja peti kemas dikapalkan dengan kapal yang langsung menuju ke destinasi akhir. Atau, bisa juga kapal berlabuh di beberapa pelabuhan terlebih dahulu sebelum akhirnya menuju pelabuhan akhir tetapi peti kemas tidak dipindahkan ke kapal lain.
Yang perlu diperhatikan adalah direct call tidak otomatis membuat ocean freight jadi lebih rendah dibanding transshipment. Semuanya tergantung kebutuhan dan kapasitas kapal.
Jika layanan direct call tidak mencapai economics of scale, tarifnya tetap akan tinggi karena fixed costs kapal-kapal besar sangat tinggi. Layanan direct call bukanlah segalanya.
Kedua, situasi ekonomi global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ekspor ke AS di semester kedua menurun. Throughput peti kemas turun sebesar 11 persen pada September dibanding Agustus (month-to-month).
Boleh dikatakan tahun ini tidak ada peak season karena permintaan turun. Ocean freight untuk spot rate juga turun sementara contract rate yang sudah kadung disepakati antara shipper/consignee dan operator pelayaran peti kemas akan direvisi.
Beberapa main line operator atau MLO sudah melakukan konsolidasi layanannya, artinya rute atau port of call yang ada mulai ditutup dan disatukan ke dalam layanan yang betul-betul profitable. Hal itu diikuti dengan kebijakan blank sailing.
Last but not least, saat ini kegiatan ekspor dan impor sudah begitu terintegrasi dengan bisnis global dan rentan berkontraksi. Singkat cerita, apa yang dilakukan oleh CMA CGM merupakan langkah yang berani. Semoga saja mereka bisa bertahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.