KEBERHASILAN pengendalian inflasi kita mulai menunjukkan "hilal"-nya. Pasalnya, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia pada Oktober 2022 mengalami deflasi 0,11 persen secara bulanan (month-on-month/mom). Meski secara umum, perokonomian Indonesia masih mengalami inflasi tahunan sebesar 5,71 persen (year-on-year/yoy).
Komoditas beras menjadi penyumbang inflasi pangan nasional tertinggi. Inflasi beras tercatat sebesar 1,13 persen dibanding bulan sebelumnya.
Beras menjadi satu-satunya komponen pangan dengan kontribusi terbesar terhadap inflasi nasional. Tingkat inflasinya naik dari 2,56 persen pada September menjadi 3,83 persen pada Oktober secara tahunan(yoy).
Baca juga: Harga Beras Naik, Ini Kata Badan Pangan Nasional
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, harga beras sudah merangkak naik sejak awal kuartal III 2022, baik untuk beras kualitas premium maupun medium.
Pada September 2022 rata-rata harga beras kualitas premium secara nasional mencapai Rp 12.600/kg. Sementara rata-rata harga beras medium nasional berada di level Rp 10.600/kg.
Tingkat harga ini naik 0,9 persen secara bulanan (mom) atau meningkat 2,9 persen secara tahunan (yoy).
Kenaikan inflasi komoditas beras dipicu tiga sebab utama. Pertama, harga pupuk sedang mengalami kenaikan. Kedua, ada pembatasan ke petani menggunakan pupuk subsidi. Ketiga, terdapat pelaku usaha yang mendorong harga supaya naik. Mereka berani membeli gabah dengan harga mahal, kemudian diolah jadi beras premium.
Itulah sebabnya meski surplus produksi beras serta ditopang impor beras untuk keperluan industri, kenaikan harga beras tetap tak terhindarkan.
Produksi beras Indonesia menunjukkan tren peningkatan yang positif dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional sepanjang 2019-2021 menjapai 31 juta ton. Adapun stok beras yang dimiliki Indonesia hingga April 2022 mencapai 10,2 juta ton.
Indonesia juga mengimpor 407.741 ton beras pada 2021 untuk keperluan industri. Nilai ini naik dari 356.286 ton pada 2020.
Di sisi lain, harga eceran beras cenderung berfluktuasi, meskipun didukung dengan kebijakan impor beras. Hal ini disebabkan tidak semua beras yang dihasilkan dijual ke pasar (marketed surplus).
Beras yang dipasarkan di Indonesia hanya 50 persen dari total produksi beras nasional. Petani padi Indonesia umumnya menyimpan beras yang dihasilkan untuk kebutuhan mereka sendiri.
Petani Indonesia mempertahankan produksinya karena tiga alasan. Pertama, petani masih membayar upah buruh untuk padi (Ilham, 2010 ). Petani membayar jasa dengan mengalokasikan atau proporsi dari produksi.
Di beberapa daerah, petani juga membayar sewa lahan menggunakan padi yang dipanen, dan beberapa input berbayar, seperti pupuk, dengan padi yang dipanen dan akan dibayarkan setelah panen (Sukiyono, 2007 ).
Kedua, padi akan digunakan untuk pertanian di musim mendatang sebagai benih. Menurut survei BPS, sebesar 50,6 persen petani menggunakan benih sendiri.
Baca juga: Respons Kenaikan Harga Beras, Menteri Zulhas: Kalau Harga di Bulog Naik, Pemerintah Langsung Subsidi