Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Bingung Fenomena PHK Massal saat Industri Tekstil RI Tumbuh

Kompas.com - 06/11/2022, 11:10 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan kinerja industri tekstil dan manufaktur di dalam negeri menguat sepanjang kuartal III 2022 di tengah adanya isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri ini.

Plt Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Abdurohman menjelaskan pertumbuhan ekspor produk tekstil masih sangat tinggi hingga kuartal III 2022.

Ekspor pakaian dan aksesoris pakaian (HS61) tumbuh 19,4 persen, pakaian dan aksesoris non-rajutan (HS62) tumbuh 37,5 persen, dan alas kaki (HS64) tumbuh 41,1 persen per September 2022.

Selain itu, lanjutnya, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga tumbuh, menyentuh angka 53,7 pada September 2022 atau naik dari sebelumnya 51,7 pada Agustus 2022.

Baca juga: Kala Hary Tanoe Geram Bisnis TV Miliknya Dipaksa Pindah Siaran Digital

"Jadi sampai posisi September di kuartal-III ini (2022), menunjukkan bahwa kinerja di tekstil sebenarnya masih cukup tinggi," kata Rohman dilansir dari Antara, Minggu (6/11/2022).

Bahkan pertumbuhan penjualan industri tekstil yang mencapai 10 persen, lebih tinggi dibandingkan total keseluruhan industri manufaktur yang sebesar 5 persen pada September 2022.

"Tekstil ini tumbuhnya double digit, sedangkan industri manufaktur baru di kisaran 5 persen untuk penjualan. Jadi ini agak membingungkan kalau misalkan terjadi PHK," kata Rohman.

Di lain kesempatan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyoroti PHK massal di industri tekstil kemungkinan disebabkan adanya relokasi pabrik ke daerah dengan upah yang lebih murah.

Baca juga: Terpaksa Matikan Siaran Analog, Bos MNC Hary Tanoe Merasa Ditekan Pemerintah

Hal ini didukung oleh pembangunan infrastruktur, khususnya di Pulau Jawa yang semakin bagus, sehingga semakin banyak kawasan industri yang berkembang.

"Jadi, kemungkinan terlihat PHK di satu daerah, tetapi muncul kesempatan kerja di daerah lain," kata Sri Mulyani.

PHK massal 

Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan sebagian karyawan industri TPT saat ini telah dirumahkan karena turunnya permintaan tekstil.

"Jadi dulu biasanya rata-rata perusahaan tekstil bekerja 7 hari dalam satu minggu, tiap hari bekerja selama 24 jam. Namun sekarang hanya bekerja maksimum 5 hari, pada Sabtu-Minggu diliburkan," kata Jemmy.

Baca juga: Menhub Bilang, Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Pantang Pakai Duit APBN

Dikutip dari Kontan, API menyebut bahwa jumlah pekerja industri tekstil yang terkena PHK sejak masa pandemi Covid-19 mencapai 45.000 pekerja.

Sementara menurut Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB), sampai saat ini sudah ada sekitar 64.000 pekerja dari 124 perusahaan tekstil di Jawa Barat. Padahal, sebagian besar produsen tekstil di Indonesia beroperasi di Bumi Pasundan.

Di sisi lain, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengklaim belum ada kejadian PHK di sektor hulu TPT.

Namun, ada sekitar 1.000-1.500 pekerja hulu TPT yang terpaksa dirumahkan untuk sementara waktu akibat efek domino perlambatan kinerja di sektor hilir TPT.

Meski datanya berbeda-beda, jumlah pekerja industri TPT yang terkena PHK dapat terus bertambah. Gelombang PHK ini bahkan menyerupai fenomena gunung es. Pasalnya, masih banyak pemain industri tekstil yang belum melaporkan kondisi bisnisnya, terutama di kalangan industri kecil menengah (IKM).

Baca juga: Siaran Analog Dimatikan, Bos MNC Hary Tanoe Sebut 60 Persen Warga Jabodetabek Dirugikan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com