Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sukses Jenama Fesyen Toko Didiyo Usung Bisnis "Zero Waste"

Kompas.com - 07/11/2022, 06:12 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjalankan sebuah bisnis saat ini tidak melulu soal berlomba mengeruk keuntungan saja.

Beberapa brand telah mencoba mengganti haluaan kemudinya dengan memikirkan dampak bisnisnya terhadap keberlanjutan alam.

Salah satu bisnis UMKM yang mengusung semangat keberlanjutan adalah Toko Didiyo yang mulai dirintis oleh Indi lima tahun yang lalu. Jenama slow fashion ini pada awalnya fokus menggunakan bahan baku dari produk lokal.

Indi menuturkan, perajin kain di Indonesia memiliki kualitas lebih baik dari negara lain.

Baca juga: Kisah Sukses Mooeishop, Awali Bisnis Tanpa Modal hingga Omzet Rp 300 Juta Per Bulan

Seiring berjalannya waktu, dalam produksi, Toko Didiyo menggunakan bahan dari deadstock fabric dan kain perca yang kemudian dihias dengan bordir manual sebagai aksen pada produknya.

"Jadi kami produce yang deadstock fabric, tidak pernah produce dari fabric-nya yang banyak banget. Deadstock dari pabrik kami ambil-ambilin," ujar dia saat ditemui dalam Brightspot Market 2022, Kamis (3/11/2022).

Oleh sebab itu, setiap kali sebuah produk yang dijual habis, dapat dipastikan Toko Didiyo tidak dapat melakukan stok ulang.

"Jadi bener-bener one of a kind, enggak mungkin bisa kembaran sama yang lain," timpal dia.

Selain itu, kain perca sisa produksi dari Toko Didiyo ini juga akan dirangkai menjadi produk baru kembali. Dengan begitu, Indi menyakini bisnisnya benar-benar zero waste.

"Misalnya ada sisa, bisa kami buat tas lagi, kami ingin zero waste aja sih," ucap dia.

Saat ini, kebanyakan produk di Toko Didiyo menggunakan elemen kain brokat. Hal ini lantaran, produk Toko Didiyo ingin memiliki semangat yang sama dengan nenek moyang bangsa Indonesia yang sehari-hari menggunakan kebaya.

Sementara untuk aksen bordir, Indi menceritakan, semuanya dibuat dengan tangan dari perajin di Bali dan Cirebon.

"Kami ingin jadi penggerak perajin juga, tapi dibuat jadi anak muda banget gitu lah," ujar dia.

Lebih lanjut, Indi menceritakan, pasokan bahan deadstock fabric didapatkan melalui pabrik, toko, atau stok lama perajin dari Jakarta dan Bali yang tidak digunakan kembali.

Saat ini, produk Toko Didiyo didominasi oleh kemeja. Harapannya, semua gender dapat menggunakan produk kemeja yang dapat dibilang unisex di Toko Didiyo.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com