Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian ESDM: Teknologi dan Pendanaan Jadi Tantangan Percepatan Transisi Energi

Kompas.com - 08/11/2022, 21:10 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para menteri bidang energi negara-negara G20 mengharapkan percepatan transisi energi menjadi komitmen bersama dalam poin deklarasi pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, di Bali, pada 15-16 November 2022.

Staf Ahli Menteri Bidang Perencanaan Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan, dalam mewujudkan transisi energi ada beberapa tantangan yang harus dihadapi yaitu teknologi dan pendanaan.

"Tantangan lainnya adalah masalah dana," katanya secara virtual dalam Aksi Nyata G20 Percepat Transisi Energi, Selasa (8/11/2022).

Baca juga: Wamen BUMN: Transisi Energi Tidak Bisa Dihindari

Menurutnya, transisi energi membutuhkan dana yang tidak sedikit, termasuk dalam hal mempercepat waktu pensiunnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Penguasaan teknologi, waktu pelaksanaan proyek, dan kesiapan industri pendukung baik dari sudut aspek teknis maupun keekonomian juga menjadi catatan daftar tantangan berikutnya.

Dalam mengatasi tantangan-tantangan, lanjut Yudo, Indonesia berupaya melakukan sejumlah terobosan, dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 mengenai Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk penyediaan Tenaga Listrik.

Terobosan terpenting adalah penyusunan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT). Rancangan ini tujuannya memberikan kepastian hukum, penguatan kelembagaan dan tata kelola, penciptaan iklim investasi yang kondusif serta pemanfaatan sumber EBT untuk pengembangan industri ekonomi nasional.

"RUU ini nantinya menjadi game changer, untuk mempercepat transisi energi di Indonesia," lanjut Yudo.

Baca juga: Menteri ESDM Ajak Investor Bantu Biayai Transisi Energi di Indonesia

Lebih lanjut Yudo menjelaskan, Menteri Energi G20 menyepakati Bali Compact, yang merupakan hasil Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM), di Bali, September 2022, yang berisi sembilan prinsip. Bali Compact menjadi bagian penting dari percepatan transisi energi.

Dalam pertemuan para menteri energi di Bali, semua sepakat melakukan transisi energi dengan tidak ada yang tertinggal. Meski pada pertemuan itu, negara-negara mengakui ada perbedaan situasi dan kondisi setiap negara serta sepakat untuk mencapai target-target global.

Para negara energi itu menekankan pentingnya pengembangan teknologi yang inovatif dan terjangkau untuk mendukung transisi energi, termasuk pentingnya kerja sama transfer pengetahuan dan inovasi teknologi.

Mereka juga sepakat meningkatkan investasi dan mendorong aliran dana kepada negara berkembang guna percepatan transisi energi serta pentingnya memperkuat kerja sama.

Yudo menambahkan, Bali Compact itu berprinsip percepatan transisi energi dengan mempertimbangkan keuntungan bagi semua pihak tanpa ada yang tertinggal dalam prosesnya. Tak kalah penting, juga menghargai perbedaan situasi dan kondisi masing-masing negara. Meski demikian, semua tetap sepakat mencapai target-target global.

Baca juga: Kementerian BUMN Dorong Pertamina Lanjutkan 8 Inisiatif Strategis Transisi Energi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com