Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Hadapi Resesi Global 2023, Tingkatkan Investasi dan Produktivitas

Kompas.com - 09/11/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saat ini, tingkat pengangguran adalah 3,5 persen. Itu berarti sekitar 5 juta orang telah kehilangan pekerjaan selama musim panas 2022.

Kondisi yang mengkhawatirkan juga di negara-negara kawasan Uni Eropa (UE). Pada September 2022, tingkat inflasi di UE adalah 10,9 persen, dengan kenaikan harga tercepat di Estonia, yang memiliki tingkat inflasi 24,1 persen.

Sebaliknya, tingkat inflasi di Perancis adalah 6,2 persen, terendah di UE selama September 2022.

Suku bunga pinjaman baru selama lebih dari tiga bulan dan hingga satu tahun naik 10 basis poin menjadi 1,87 persen.

Bank sentral Hongaria menetapkan suku bunga utama menjadi 10,75 persen pada 13 Juli, menjadikannya suku bunga bank sentral tertinggi di UE pada Juli 2022.

Pada 8 September 2022, European Central Bank (ECB) telah mengambil keputusan dan mengharapkan untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut, karena inflasi tetap terlalu tinggi dan kemungkinan akan tetap di atas target untuk waktu yang lama.

China adalah salah satu negara yang sedikit lebih stabil. Proyeksi oleh IMF yang diterbitkan pada Oktober 2022, memperkirakan tingkat inflasi akan mencapai sekitar 2,2 persen pada tahun 2022.

Meski demikian, ekonomi China mengalami perlambatan akibat kondisi di AS dan UEA dan dampak perang Ukraina.

Tiga ‘angin sakal’ yang dihadapi Asia

Dalam IMF Blog (13 Oktober 2022), ekonom Krishna Srinivasan dan Shanaka J. Peiris menulis, meski tak sedarurat AS dan UEA, negara-negara Asia, termasuk Indonesia mengalami tantangan dari kenaikan inflasi, suku bunga, gangguan supply chain akibat perang Rusia-Ukraina, dan perlambatan ekonomi China

Menurut IMF, rebound ekonomi Asia yang kuat awal tahun ini telah kehilangan momentum, karena selama kuartal kedua inflasi melebihi target bank sentral di sebagian besar negara.

Oleh karena itu, IMF telah memangkas perkiraan pertumbuhan untuk Asia dan Pasifik menjadi 4 persen tahun 2022 dan 4,3 persen tahun 2023, yang jauh di bawah rata-rata 5,5 persen selama dua dekade terakhir.

Meskipun demikian, Asia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang semakin meredup. Momentum rebound ekonomi Asia yang memudar disebabkan oleh tiga ‘angin sakal’ yang dasyat, yang akan kembali datang secara berulang.

‘Angin sakal’ pertama adalah pengetatan tajam kondisi keuangan, yang meningkatkan biaya pinjaman pemerintah dan kemungkinan akan menjadi lebih menyempit, karena bank sentral di negara maju terus menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi tercepat dalam beberapa dekade.

Mata uang yang terdepresiasi dengan cepat dapat semakin memperumit tantangan kebijakan moneter di negara-negara Asia.

‘Angin sakal’ kedua’ adalah invasi Rusia ke Ukraina yang masih berkecamuk dan terus memicu perlambatan tajam aktivitas ekonomi di UE dan AS yang selanjutnya akan menurunkan permintaan eksternal untuk ekspor dari negara-negara Asia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com