Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pahlawan Cilik, Anak-anak "Pemburu" Sampah Plastik agar Tidak Merusak Sungai dan Lingkungan

Kompas.com - 10/11/2022, 12:24 WIB
Suwandi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Kelompok anak-anak di SDN 2 Sukajaya, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan tampak tekun merajut limbah sampah plastik menjadi produk kerajinan.

Aktivitas anak-anak ini dapat mengurangi sampah plastik di lingkungan tempat mereka tinggal, agar tak terbuang ke sungai-sungai dan hutan.

Ketekunan anak-anak dalam mengolah sampah rupanya menjadi berkah. Sebab limbah sampah itu disulap menjadi tong sampah, baju, tas bahkan berguna sebagai bahan baku bangunan.

Baca juga: Tingkat Daur Ulang Sampah Plastik di Indonesia Masih Rendah

Sekolah ini juga telah memiliki mesin pengolah sampah yang mutakhir, karena dapat mengubah 5 kilogram sampah plastik menjadi bahan bakar minyak tanah sekitar 600 mililiter.

"Kita tanamkan kepada anak-anak sejak dini untuk menggunakan plastik sekali pakai. Kemudian mencegah sampah mengotori sungai dan hutan. Sampah yang anak-anak kumpulkan, kita apresiasi dengan bank sampah," kata Kepala Sekolah SDN 2 Sukajaya, Sukasmino Rabu (9/11/2022).

Ia mengatakan setiap anak telah memiliki rekening tabungan di bank sampah sekolah. Dengan mengumpulkan sampah dari lingkungan tempat mereka tinggal, anak-anak mendapatkan cuan dari aktivitas itu.

Tidak hanya botol plastik yang diterima bank sampah sekolah, melainkan ada almunium dan kertas. Setiap transaksi sampah, anak-anak akan mendapatkan cuan Rp 2.000 per kilogram botol plastik dan cup plastik.

Baca juga: Kurangi Sampah Plastik, Kemasan Bekas Pakan Hewan Peliharaan Didaur Ulang Jadi Tas Jinjing

Instalasi lambang negara Garuda Pancasila dengan tutup botol, memanfaatkan limbah plastik di SDN 2 Sukajaya, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. DOK. PHE Jambi Merang Instalasi lambang negara Garuda Pancasila dengan tutup botol, memanfaatkan limbah plastik di SDN 2 Sukajaya, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

Selanjutnya, anak-anak juga dapat menukarkan sampah kertas/kardus dengan nominal Rp3.000 per kilogram. Kemudian Rp4.000 per kilogram untuk besi/almunium.

"Anak-anak dapat memilih, mau mengambil uang atau ditukarkan kembali dengan alat tulis seperti buku, pena, pensil, penggaris dan lainnya," kata Sukasmino.

Untuk menerapkan zero plastik, anak-anak menggunakan alat makan dan minum sendiri. Pasalnya di kantin sehat yang kita bangun, tidak menyediakan jajan yang menggunakan bungkus plastik dan pipet.

Pengolahan sampah yang terhimpun dari bank sampah sekolah, kata Sukasmino juga melibatkan anak-anak dengan membuatnya menjadi produk kerajinan seperti tas, baju, tong sampah, instalasi burung garuda dengan tutup botol, bahkan bahan bangunan.

Pengolahan sampah terkadang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi orangtua. Dia bercerita saat membuat instalasi Garuda, itu prosesnya selama 2 bulan dan membutuhkan 900 tutup botol yang melibatkan 370 anak. Tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi orangtua juga.

"Pos jaga sekolah itu bahan bakunya plastik (ecobrick). Karena pakai bahan itu, kita bisa menghemat dana Rp5-7 juta ketika membangun pos jaga," katanya.

Baca juga: Indonesia Mulai Bangun Jalan Aspal dengan Limbah Plastik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com