Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Transformasi dunia konvensional ke digital bisa dibilang sangat cepat. Pasalnya, situasi tak terduga, seperti pandemi Covid-19, terus memaksa manusia dari berbagai sektor untuk senantiasa mengembangkan potensinya dengan maksimal.
Sebut saja rapat yang biasa dilakukan secara tatap muka kini harus beralih lewat Zoom. Ada pula perusahaan yang sudah mulai memperbolehkan karyawannya untuk bekerja dari mana saja karena melihat efisiensinya.
Tak tertinggal pula dari bidang media. Bisa dibilang, kini sebagian besar media telah bertransformasi ke ranah digital. Dulu, saat ingin mencari berita baru, kita mungkin mencari koran. Kini, kita bisa mendapatkannya secara mudah dalam satu genggam tangan.
Perubahan ini pula yang dirasakan oleh Iwet Ramadhan, Head of Business Growth MRA Media. Dalam siniar Obsesif bertajuk “Digital Itu Mindset, Budaya, dan Gaya Hidup” yang dapat diakses melalui dik.si/ObsesifIwetRamadhan, Iwet mengungkapkan tantangannya dalam bertransformasi dari media konvensional ke digital.
Menurut Iwet, dunia digital memberikan peluang yang sangat besar pada semua orang. Meski begitu, awalnya, ia mengaku kesulitan karena media yang ia naungi masih bersifat kuno, contohnya Harper's Bazaar yang terkenal dengan majalah cetaknya.
Pria ini mengungkapkan transformasi ke ranah digital bisa dimulai dari komunikasi. Pasalnya, komunikasi mampu menciptakan dan membelokan persepsi seseorang. Dari situ, perilaku manusia pun bisa berubah.
Baca juga: Baik untuk Kesehatan Mental, Ini 3 Manfaat Memiliki Koleksi
Bahkan, awalnya, ia menganggap platform, seperti Podcast dan YouTube, hanya identik dengan anak-anak muda. Namun, berkat keberaniannya bersama teman-teman, Iwet pun turut menciptakan YOLO Podcast.
Di sana, mereka mencurahkan segala keluh-kesah khas orang dewasa. Lambat laun, proyek yang tak disangka-sangka itu membuahkan hasil sebab banyak pula anak muda yang tertarik dan mendengarkan.
Dari situ, Iwet semakin yakin bahwa, “Digital itu bukan cuma masalah platform, digital is mindset. Digital itu mindset, culture, dan gaya hidup ternyata.”
Meskipun terlihat mudah, nyatanya peralihan ini harus melewati proses yang berliku. Hal ini disebabkan tak semua bisa menerima perubahaan. Bahkan, banyak rekan kerja dari generasinya yang masih enggan menerima kehadiran dunia digital. Beberapa darinya bahkan sulit berkolaborasi dengan para kreator konten.
Padahal, Iwet sangat yakin kalau, “We have to collaborate with them. Jadi, membawa spirit kolaboratif. Soalnya, bikin plan digital itu lama banget.”
Melalui penuturan Iwet, hal itulah yang membuat komunikasi sebagai kunci utama dari transformasi digital. Melalui komunikasi, semua orang bisa mencapai pemahaman yang sama sehingga tujuan serta visi misi perusahaan akan tercapai.
Sebelum mampu bertransformasi, kita juga perlu mengubah pola pikir. Bayangkan saja jika suatu bisnis yang baru mulai beralih ke digital mempunyai tim dengan pola pikir berbeda? Hal itu tentu saja bisa menghambat perubahan tersebut.
Iwet pun menuturkan kalau hal ini sempat menjadi kendala baginya. Namun, ia tak menyerah dan terus membuktikan kepada timnya dengan memberikan hasil nyata. Ia pun membuktikan kalau ide dan inovasinya bisa membawa keuntungan bagi perusahaan.