Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Dapat Dana Transisi Energi dari G20 Rp 300 Triliun, Pegiat Lingkungan Soroti soal Pensiun Dini PLTU Batu Bara

Kompas.com - 16/11/2022, 10:00 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BALI, KOMPAS.com - Indonesia, bersama negara G20 telah menyepakati skema pendanaan transisi energi yang disebut sebagai Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership atau JETP) dengan target nilai investasi 20 miliar dollar AS yang setara dengan Rp 300 triliun.

Rencana investasi (investment plan) dan detail PLTU mana yang akan dipensiunkan dini melalui skema JETP masih akan dirampungkan dalam 6 bulan. Untuk itu sangatlah penting memastikan bahwa proses ini akan berjalan secara transparan dan partisipatif agar tidak mencederai prinsip utama kerjasamanya yaitu, berkeadilan.

Baca juga: Di Sela KTT G20, Macron dan Jokowi Bahas Kerja Sama Transisi Energi hingga Proyek Alutsista Pertahanan

Skema pendanaan JETP terdiri atas 10 miliar dollar AS yang berasal dari pendanaan publik berupa pinjaman lunak dan hibah dan 10 miliar dollar AS lainnya berasal dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, and Standard Chartered.

JETP akan dimanfaatkan untuk mendorong pemensiunan dini PLTU batu bara di Indonesia serta investasi di teknologi dan industri energi terbarukan. Namun demikian, catatan penting terkait prinsip-prinsip yang mendasari perumusan skema JETP agar tidak menjadi pembenaran rencana negara untuk tetap bergantung pada pembangkit berbahan bakar batu bara.

Baca juga: Bali Compact Jadi Legacy Presidensi G20 Indonesia di Bidang Transisi Energi Global

 


Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Tata Mustasya mengatakan, pemerintah Indonesia harus segera menindaklanjuti komitmen JETP dengan segera menyusun kebijakan yang menjamin proses transisi energi benar-benar berjalan dengan adil.

“Untuk mencapai sasaran dari program tersebut, JETP sejak awal harus dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel. Pendanaan ini juga seharusnya melarang dengan tegas semua PLTU baru dan memberikan disinsentif di sektor batu bara,” ujar Tata dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (15/11/2022).

Salah satu PLTU yang akan menjadi target awal pemensiunan dengan skema ETM ini adalah PLTU Cirebon 1 berkapasitas 660 megawatt. Dalam forum G20 juga disebutkan ada 2 PLTU yaitu PLTU Pelabuhan Ratu berkapasitas 3x350 megawatt dan PLTU Pacitan 2x315 megawatt dengan skema pengalihan (spin off) aset dengan pembiayaan campuran yang melibatkan para investor.

Baca juga: Menteri Energi di KTT G20 Sepakat untuk Percepat Transisi Energi

 

Aturan yang bertabrakan

Di sisi lain, Tata menyoroti penghentian pembangunan PLTU sebagai bagian dari komitmen untuk keluar dari ketergantungan batu bara dan melakukan pemensiunan dini.

Meskipun Peraturan Presiden No 112/2022 mengatur penghentian perencanaan pembangunan PLTU batu bara, namun Perpres itu masih memperbolehkan pembangunan 13 gigawatt PLTU yang ada dalam RUPTL 2021-2030.

“Hal ini jelas menciderai rencana pemanfaatan pendanaan JETP untuk mengupayakan pensiun dini PLTU batu bara,” ungkapnya.

Deputi Direktur Bidang Program Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Grita Anindarini menegaskan, pemerintah harus meninjau regulasi dan kebijakan energi di Indonesia secara menyeluruh untuk memastikan aspek berkeadilan dari transisi energi ditaati, termasuk prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik pada saat JETP dilaksanakan.

Mekanisme pertanggungjawaban hukum ke PLTU yang dipensiunkan

Merespons rencana pensiun PLTU batu bara yang didorong dalam skema pendanaan ini, Grita mengatakan, mekanisme pertanggungjawaban hukum dan lingkungan terhadap PLTU yang akan dipensiunkan perlu diperjelas.

“Selama ini, banyak PLTU batu bara berdampak terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan serta merugikan masyarakat. Pemerintah harus memastikan bahwa skema penyaluran dana ini tidak menghilangkan kewajiban pemilik pembangkit untuk memulihkan lingkungan serta menyelesaikan konflik, utamanya dengan masyarakat terdampak,” ujar Grita.

JETP bukan utang

JETP merupakan skema pendanaan yang dirintis International Partners Group (IPG), terdiri atas negara-negara G7, dan beberapa negara maju seperti Denmark dan Norwegia.

Negosiasi skema pendanaan JETP bagi Indonesia dipimpin Amerika Serikat dan Jepang, kedua negara yang memiliki kepentingan besar akan sektor energi di Indonesia dengan sejarah panjang mendanai ketergantungan Indonesia akan minyak, gas dan batu bara.

Tata menambahkan, pendanaan iklim seperti JETP seharusnya bersifat hibah dan pembiayaan lunak, bukan pembiayaan komersial yang malah mengunci pemerintah kita kepada utang.

Program ini membutuhkan dukungan pendanaan dalam jumlah besar untuk memberi sinyal yang kuat kepada pemberi dana dan investor.

“Dengan dukungan tersebut, maka akan benar-benar dapat mendorong transisi energi keluar dari ketergantungan energi fosil,” tegas Tata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com