PERFORMA ekonomi Indonesia menunjukkan hasil cukup baik di bulan Oktober 2022. Paling tidak dilihat dari beberapa indikator makroekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, ekspor, dan optimisme agen ekonomi.
Namun sejatinya perekonomian global masih mengalami turbulensi yang cukup hebat. Masalah geopolitik antara Rusia-Ukraina, pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara maju, inflasi global yang masih ganas, dan perlambatan ekonomi China, membuat resesi global semakin nyata.
Dampak dari turbulensi global terasa pada nilai tukar yang terus terdepresiasi. Alhasil, cadangan devisa Indonesia juga kian tergerus. Kondisi itu menandakan adanya masalah di pasar valas dan risiko penurunan efektivitas intervensi nilai tukar.
Baca juga: BI Perkirakan Inflasi November 2022 Capai 0,11 Persen, Ini Faktor Penyebabnya
Lebih dari itu, penurunan inflasi bisa dimaknai sebagai dua hal. Pertama, kebijakan yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sudah tepat dan terasa. Kedua, inflasi yang persisten selama beberapa bulan telah menekan konsumsi masyarakat, khususnya di sektor informal, sehingga permintaan mengalami penurunan.
Kondisi ini bisa berbahaya karena konsumsi adalah bantalan pertumbuhan ekonomi selama ini. Pelemahan konsumsi tentu membuat Indonesia bisa saja terkena resesi.
Lebih jauh adanya isu kenaikan upah memang bisa menjadi solusi untuk menekan pelemahan konsumsi yang diakibatkan inflasi. Namun, tentu ada risiko dari kenaikan upah yaitu cost push inflation dan potensi PHK (pemutusan hubungan kerja), sehingga isu kenaikan upah ini bisa saja menjadi bumerang bagi perekonomian.
Mencermati perkembangan ini maka BI kembali menggerek suku bunganya sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen. Kenaikan tersebut tidak dapat dihindari.
Kenaikan suku bunga oleh BI merupakan langkah yang tepat dalam menekan laju inflasi dan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. Ini menjadi langkah pendahuluan untuk memastikan inflasi inti kembali ke sasaran di semester pertama 2023.
Baca juga: Inflasi AS Mereda, Nilai Tukar Rupiah Perkasa ke Rp 15.511 Per Dollar AS
Inflasi Indonesia pada Oktober jauh di luar sasaran yaitu sebesar 5,71 persen, walaupun menurun dari sebelumnya. Dampak tidak langsung dari kenaikan harga BMM dan gangguan rantai pasok eksternal menjadi dalang inflasi terpental dari targetnya.
Langkah BI menaikkan suku bunga juga sebagai salah satu cara untuk menjaga ekspektasi inflasi yang terlalu tinggi. Terlebih, sejauh ini inflasi domestik juga tidak menunjukkan penurunan di tengah tekanan internal. Sebagai impak tak langsung dari kenaikan harga BBM dan aspek produksi dan konsumsi yang kian meningkat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.