Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Dipanggil Ke Istana, Presiden KSPSI Yakin Ada Kabar Baik Soal UMP

Kompas.com - 16/11/2022, 19:40 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengaku yakin Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tidak akan digunakan lagi menjadi dasar perhitungan upah minimum provinsi (UMP) 2023 oleh Pemerintah.

"Saya yakin ada kabar sangat baik soal formula pengupahan di Tanah Air. Kita tunggu saja sebentar lagi akan diumumkan oleh pemerintah, perjuangan panjang ini membuahkan hasil positif," katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/11/2022).

Keyakinan tersebut, Andi Gani bilang, bukannya tanpa alasan. Ia mengaku beberapa kali dipanggil oleh Presiden Jokowi khusus membahas soal masalah-masalah ketenagakerjaan. Terlihat dalam beberapa kesempatan, Andi Gani memang berada di Istana Negara.

Baca juga: Serikat Pekerja Minta Penetapan Upah Minimum 2023 Tidak Mengacu PP 36 Tahun 2021

Andi Gani menegaskan, komunikasi intensif terus dilakukan dengan pemerintah agar penetapan UMP ini bisa adil.

Selain itu, ia juga mengajak Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal untuk bersama-sama terus meyakinkan Pemerintah jika menggunakan PP No 36 Tahun 2021 sebagai acuan penetapan upah, itu akan sangat merugikan buruh.

Seperti telah diberitakan, KSPI dan Partai Buruh menolak penetapan UMP/UMK tahun 2023 dengan mendasarkan pada PP No 36 Tahun 2022.

Presiden Partai Buruh Saiq Iqbal mengatakan, terdapat beberapa alasan mengapa PP 36/2021 tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum penetapan UMP/UMK Tahun 2023.

Alasan pertama, UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inskonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, PP 36/2021 yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja tidak bisa digunakan sebagai acuan dalam penetapan UMP/UMK.

PP 36/2021 tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum. Oleh karena itu, terdapat dua dasar yang bisa digunakan.

Dasar pertama adalah menggunakan PP No 78 Tahun 2015. Menurut peraturan tersebut, kenaikan upah minimum besarnya dihitung dari nilai inflansi ditambah pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Stafsus Menaker: Upah Minimum 2023 Mungkin Naik 5-7 Persen

Sedangkan dasar hukum kedua, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Permenaker khusus untuk menetapan UMP/UMK Tahun 2023.

Selanjutnya, alasan kedua mengapa PP 36/2021 tidak bisa digunakan karena kenaikan harga BBM dan upah tidak naik 3 tahun berturut-turut.

Hal itu menyebabkan daya beli buruh turun 30 persen. Oleh karena itu, daya beli buruh yang turun tersebut harus dinaikkan dengan menghitung inflansi dan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Iqbal, ketika menggunakan PP 36/2021, maka nilai kenaikan UMP/UMK di bawah inflansi. Sehingga daya beli buruh akan semakin terpuruk.

Alasan ketiga, inflansi secara umum mencapai 6,5 persen. Oleh karena itu, harus ada penyesuaian antara harga barang dan kenaikan upah.

“Kalau menggunakan PP 36, kenaikannya hanya 2-4 persen," ujar Said Iqbal.

Baca juga: Upah Minimum 2023 Naik di Tengah Bayang-bayang Badai PHK akibat Resesi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com