Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PHK Karyawan "Startup" Masih Terjadi, Lapangan Kerja Harus Terbuka Lebar

Kompas.com - 18/11/2022, 15:21 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Belakangan ini banyak perusahaan startup yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan-karyawannya sebagai salah satu strategi mempertahankan bisnis.

Terbaru, emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) telah melakukan PHK sebanyak 1.300 orang atau sekitar 12 persen dari total karyawan tetap. Hal ini menyusul perusahaan startup lainnya seperti Shopee, LinkAja, hingga Zenius.

Terkait hal itu, ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah perlu mempersiapkan lapangan kerja baru untuk menyerap tenaga kerja yang terkena PHK.

Jangan sampai kata Bhima, pekerja yang terkena PHK tersebut mengalami penyusutan keahlian karena lama menganggur.

Baca juga: 1.300 Karyawan Di-PHK, GoTo Pastikan Beri Kompensasi Sesuai Aturan

"Sebagai contoh korban PHK startup dapat diserap ke anak cucu BUMN. Hal ini untuk menghindari hysteresis atau pelemahan keahlian karena korban PHK digital yang notabene adalah high-skill worker tapi menganggur terlalu lama. Sementara Indonesia diperkirakan masih memiliki gap kekurangan 9 juta tenaga kerja di ekosistem digital," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (18/11/2022).

Menurut Bhima, gelombang PHK yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh tekanan makro ekonomi yang cukup berat lantaran pandemi, mulai dari kenaikan inflasi, tren penyesuaian suku bunga, pelemahan daya beli, risiko geopolitik, dan model bisnis yang berubah signifikan.

Meredanya pandemi Covid-19 awalnya diyakini para perusahaan digital akan menaikkan jumlah pengguna dan keuntungan layanan yang terus sustain atau berkelanjutan.

Baca juga: GoTo Resmi Umumkan PHK 1.300 Karyawan


Namun sebaliknya, harapan mulai pupus ketika konsumen terutama di Indonesia dan negara Asia Tenggara berhadapan dengan naiknya inflasi pangan dan energi sekaligus, sehingga mengurangi pembelian barang dan jasa melalui layanan platform digital.

"Hampir sebagian besar startup yang lakukan PHK massal disebut sebagai ‘Pandemic Darling’ atau perusahaan yang meraup GMV (Gross Merchandise Value) selama puncak pandemi 2020-2021, karena valuasinya tinggi, maka mereka dipersepsikan mudah cari pendanaan baru," kata Bhima.

"Tapi faktanya agresifitas ekspansi perusahaan digital ternyata saat ini tidak sebanding dengan pencarian dana baru dari investor. Oleh sebab itu banyak investor terutama asing menjauhi perusahaan dengan valuasi tinggi tapi secara profitabilitas rendah, atau model bisnisnya tidak sustain," sambung dia.

Baca juga: PHK Massal, Mark Zuckerberg Pecat 11.000 Karyawan Meta

Halaman:


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com