"Ini menyebabkan rupiah cenderung sulit bergerak, karena outflow tinggi, demand valas di dalam negeri tinggi tapi supply valas stagnan," kata dia.
Baca juga: The Fed Naikkan Suku Bunga, Apa Dampaknya ke Aset Kripto?
Sunarsip mengatakan, faktor keempat yang mempengaruhi pergerakan rupiah yakni perkembangan penerbitan emisi efek di pasar modal selama tahun 2022 kurang atraktif dibanding tahun lalu.
Hal ini antara lain terlihat nilai emisi efek selama 2022 (hingga minggu pertama November 2022), yang menurun dibanding tahun lalu meskipun jumlah korporasi yang menerbitkan efek baru relatif sama banyaknya dibanding tahun lalu.
Penurunan nilai emisi efek baru tersebut terutama terjadi pada IPO dan right issue. Selain dari sisi nilai, kurangnya emisi dari emiten 'big player' dan 'big name' selama 2022 juga berpengaruh dalam menarik modal asing portofolio masuk ke pasar modal Indonesia.
"Itulah kombinasi faktor internal dan eksternal yang tidak kalah hebat, yang membuat nilai tukar rupiah sulit bergerak mengalami penguatan atau apreasiasi selama 2022 ini," pungkasnya.
Baca juga: Rupiah Terdepresiasi Lebih Dalam dari Mata Uang Lain, Gubernur BI: Ojo Dibanding-bandingke
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.