Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suku Bunga Acuan BI Naik Lagi, Pemerintah Diminta Berikan Insentif Sektor Perumahan

Kompas.com - 21/11/2022, 11:42 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan cukup agresif di tahun ini. Hal ini tentu dapat berpengaruh ke berbagai sektor ekonomi seperti sektor properti.

Berbagai pihak menilai pemerintah perlu mengambil tindakan berupa paket kebijakan atau program insentif agar daya beli masyarakat tetap terjaga sehingga aktivitas ekonomi tetap berjalan.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah perlu membuat paket kebijakan untuk sektor properti.

Baca juga: BI Naikkan Suku Bunga Acuan Lagi, Bagaimana Bunga KPR Saat Ini?

Pasalnya, dia bilang, kenaikan suku bunga acuan BI dapat menjadi ancaman serius di sektor properti apabila kenaikan suku bunga acuan ini terus terjadi hingga tahun depan.

Dia mencontohkan, misalnya dengan menambah subsidi bunga untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), menambah subsidi uang muka kredit perumahan, dan sebagainya.

"Ini efeknya ke mana-mana kenaikan suku bunga. Jadi harapannya ada lah paket kebijakan untuk properti terutama mencegah terjadinya penurunan penyaluran kredit untuk MBR (masyarakat berpendapatan rendah)," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Senin (21/11/2022).

Dia menjelaskan, segmen kredit pemilikan rumah (KPR) merupakan segmen kredit yang paling banyak dipilih masyarakat untuk membeli rumah, sehingga kenaikan bunga KPR akibat kenaikan suku bunga acuan akan mempengaruhi keputusan masyarakat untuk membeli rumah.

"Yang tidak mampu melunasi atau membayar angsuran itu akan menyerah dulu sebelum mengajukan pinjaman KPR ke perbankan," kata dia.

Kemudian, kenaikan suku bunga acuan BI juga akan berpengaruh pada kenaikan bunga kredit segmen konstruksi yang diberikan perbankan untuk pengembang properti yang membutuhkan modal kerja.

Hal tersebut akan membuat pengembang harus memilih menahan ekspansi bisnis atau meneruskan kenaikan bunga kredit dari perbankan ke harga jual rumah yang akan ditanggung konsumen akhir.

Sementara itu, saat ini angka backlog perumahan di Indonesia mencapai 12,75 juta unit. Jika dampak kenaikan suku bunga acuan BI itu terjadi, maka kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat semakin lebar.

"Indonesia ini bukan oversupply tapi justru over demand, backlog perumahannya itu cukup besar. Jadi ancaman serius kalau KPR bunganya naik di tengah kondisi daya beli masyarakat yang tertekan akibat inflasi, itu bisa membuat gap," jelasnya.

Di sisi lain, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia Paulus Totok Lusida mengatakan, saat ini kenaikan suku bunga acuan BI masih belum berdampak signifikan terhadap bunga KPR perbankan.

Namun, dia meminta agar pemerintah menyiapkan langkah preventif dari sekarang agar pemulihan ekonomi dapat terdongkrak, terutama untuk sektor properti karena sektor ini berkaitan dengan 175 industri lain dan 350 UMKM.

"Pemerintah itu bukan terus Covid-19 selesai jadi endemi ini terus clear. Harusnya kebangkitan ekonomi tetap dibantu pemulihannya dengan cara jangan memikirkan sesuatu itu sebagai kuratif atau ada kejadian baru diobati. Harusnya preventif," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, dikutip Senin.

Baca juga: Cicilan KPR Bisa Naik Rp 300.000 Per Bulan Imbas Kenaikan Suku Bunga BI

Langkah preventif yang dimaksud misalnya seperti kebijakan BI memperpanjang insentif uang muka (down payment/DP) 0 persen untuk kredit atau pembiayaan semua jenis properti sampai dengan 31 Desember 2023. Namun sebut dia, kebijakan BI tersebut tidak cukup mendongrak sektor properti.

"BI itu justru mempersiapkan preventif, bagus kan. Cuma pemerintah belum menyiapkan preventifnya. Sekarang tidak bisa swasta sendiri, kan harusnya ekonomi diatur adalah swasta bersama dengan pemerintah," ucapnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, , pemerintah perlu ikut menstimulus sektor properti melalui perpanjangan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk properti yang telah berakhir pada 30 September 2022.

"PPN ditanggung pemerintah diberhentikan langsung padahal anggarannya masih jauh. Kalau ada PPN DTP kan sektor properti yang average naik 3 persen ini tidak berpengaruh terhadap inflasi karena bahan-bahan material kan naik," ujar dia.

Baca juga: Tidak Seperti China, Kenaikan Bunga KPR Dapat Ancam Sektor Properti RI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com