Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdy Hasiman
Peneliti

Peneliti di Alpha Research Database. Menulis Buku Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara, Gramedia 2019. dan Monster Tambang, JPIC-OFM 2013.

Bijak Mencermati Kontrak Tambang Vale Indonesia

Kompas.com - 21/11/2022, 11:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam negara kesatuan, daerah yang kaya SDA seperti Sulawesi Selatan, Papua, Kalimantan Timur, Aceh, Kalimantan Barat, wajib menyubsidi daerah miskin. Dalam bahasa konstitusinya, kekayaan tambang daerah harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat Indonesia, bukan hanya kepentingan rakyat Sulawesi Selatan saja.

Artinya, hasil alam dari daerah lain bisa membantu daerah-daerah miskin, seperti NTT, untuk mendapat porsi anggaran proposional untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, pemahaman seperti ini perlu kita gaungkan agar lebih adil memahami perusahaan tambang.

Lantas apakah para politisi ini tak memahami itu? Mereka lebih memahami soal itu. Mereka paham, kekuatan pusat dalam tambang sangat besar dan mereka juga ikut menikmati hasil tambang daerah.

Hanya memang mereka (sejumlah politisi) kelihatan seringkali naif dalam mengeluarkan pernyataan publik. Yang penting bagi mereka, isi pernyataan itu manambah daya dobrak di mesin elektabilitas agar nama mereka makin tersohor di seantero republik.

Bagi mereka, kata kesejeteraan rakyat daerah itu sangat mahal, meskipun dalam praktik nyata di lapangan, kesejahteraan dari tambang itu sangatlah sulit. Apalagi jika kita bicara pemerintah daerah yang memiliki perusahaan milik daerah (BUMD) untuk mengolah tambang.

Saya belum melihat banyak bukti bahwa ada perusahaan milik daerah yang sukses mengolah konsensi tambang untuk kesejahteraan rakyat. Yang ada, konsensi tambang daerah menjadi mesin ATM bagi para pejabat daerah untuk mencari rente dari para pengusaha tambang.

Jadi, para politisi ini sangat pandai memanfaatkan situasi. Mereka kerap menggunakan isu tambang asing sebagai komoditas politik. Apalagi jika bicara tambang yang dimiliki perusahaan asing. Mayoritas tambang perusahaan asing sangatlah potensial, seperti tambang Grasberg, Papua milik Freeport dan tambang nikel di Sorowako, milik Vale.

Vale adalah salah satu tambang nikel paling profitable di Indonesia. Dalam tahun buku yang sedang berjalan tahun 2022 ini, laba Vale mencapai 168,38 juta dolar dengan pendapatan sebesar 873,7 juta dolar.

Produksi Vale per tahun di angka rata-rata 62.000-72.000 matrik ton nickle matte. Per septermber, 2022, perusahaan ini memiliki dana tunai setara 624,3 juta dolar. (Baca: Vale Indonesia Tbk:2022)

Dengan laba dan pendapatan yang besar, penerimaan negara dari Vale tentu ikut terdongkrak. Dalam lima tahun terakhir ini, Vale telah menyetorkan dana ke negara sebesar Rp 7,8 triliun yang terdiri dari pajak dan royalty. - (CBNC Indonesia, 5, Juli, 2022).

Pembayaran PPh perusahaan pada 2021, misalnya, mencapai 85.900 dolar, pembayaran PPN sebesar 1.242 dolar, pembayaran PBB sebesar 2.405 dolar, pembayaran pajak lain 37.545 dolar, pembayaran pajak daerah (belum termasuk pajak hotel dan restoran) sebesar 15.874 dolar, sehingga total pajak yang dibayarkan perusahaan pada tahun 2021 mencapai 200.030 dolar.

Jadi, tambang-tambang ini sangatlah profitable, sehingga menggiurkan banyak pihak termasuk politisi untuk merebut pada saat berakhir kontrak. Tak heran jika menjelang berakhir kontrak perusahaan-perusahaan asing, keributan di ruang publik sering terjadi.

Keribuatan seperti itu sudah terjadi saat divestasi tambang milik Newmont Nusa Tenggara (Newmont) ke pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2010. Toh sekarang tambang itu bukannya dikendalikan pemerintah daerah NTB lagi, tetapi sudah berpindah tangan ke pengusaha swasta, Amman Mineral.

Begitupun tahun 2019, menjelang Pilpres, keributan paling dasyat terjadi ketika divestasi saham Freeport ke pihak nasional.

Dengan demikian, keributan politik menjelang keputusan perpanjangan kontrak Vale adalah dinamika politik yang memang hadir dalam ruang publik kita. Yang paling penting adalah, publik tetap waras untuk menilai pernyataan politisi, apakah muatan kepentingan politisnya lebih besar daripada kepentingan negara ini.

Jika muatan kepentingan nasional lebih besar dan sedikit rasional menilai, sudah sewajarnya kontrak Vale ini diperpanjang, karena sudah memenuhi prasyarat-prasayarat yang diberikan UU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com