Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mantan Satpam yang Sukses Bisa Ekspor Tas Kulit ke Jepang

Kompas.com - 21/11/2022, 15:10 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Produsen tas kulit CV Real Issue dimiliki oleh pria kelahiran Nusa Tenggara Timur (NTT), Sany Kamengmau.

Sany menceritakan, produk tas kulitnya diorder oleh pembeli langsung (direct buyer) asal Jepang dan Australia.

Dalam sebulan order dari Jepang rata-rata 300-400 buah tas. Buyer asal Jepang ini menjadi pelanggan utamanya sejak tahun 2003.

Sementara order dari buyer Australia rata-rata dalam dua bulan sebanyak 100 buah tas. 

Sany mengaku sempat mencapai peak season pada tahun 2007-2017 dengan mengekspor tas kulit ke Jepang hingga 4.000 buah setiap bulannya.

Baca juga: Kisah Sukses Dewi Ekha, dari Buruh Pabrik hingga Ekspor Bulu Mata Palsu ke 16 Negara

Namun sejak Covid-19, orderan turun drastis sehingga terpaksa Sany harus memangkas jumlah tenaga kerjanya. Saat ini jumlah tenaga kerja yang masih dipertahankan sebanyak tujuh orang.

"Jumlah tenaga kerja sebelum Covid itu sekitar 30 orang, tapi setelah Covid-19 sementara baru bisa mempekerjakan tujuh orang, tapi kami sesuaikan dengan pesanan. Kalau ada peningkatan pesanan kita bisa tambah tenaga kerja," ujar Sany dalam siaran pers, dikutip Senin (21/11/2022).

Dalam menjalankan bisnisnya, Sany mengakui tidak lepas dari kendala dan rintangan.

Menurutnya salah satu kendala yang dihadapi adalah jadwal yang ketat dari pembeli terutama Jepang. Etos kerja yang besar dan disiplin yang kuat dari buyer Jepang tersebut menuntutnya harus menyesuaikan diri. 

Padahal dalam memproduksi satu item tas kulit saja dibutuhkan ketelitian dan kejelian yang tinggi agar tidak ada kesalahan. Hal itu mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian satu produk lebih lama.

"Kerja dengan orang Jepang itu sangat sulit sebab menuntut kita disiplin tinggi, dia juga mengedepankan kualitas tinggi. Awal mula sulit tapi motivasi saya kuat untuk membuat produk yang bagus dan sesuai dengan standar yang dia inginkan," tutur Sany.

Kendala lain yang pernah dihadapi selain faktor modal kerja adalah uji sampel yang butuh waktu lama. Menurutnya buyer dari Jepang tersebut kerap mengirimkan desain model tas dalam bentuk sketsa.

Dari desain itu, Sany harus berpikir keras untuk menerjemahkannya menjadi produk. Beberapa kali, Sany bilang, sampel yang dibuatnya mendapatkan catatan dari buyer sehingga produk sampel tersebut harus bolak-balik dikirim ke buyer. 

"Sampel itu dibuat berulang kira-kira sampai enam bulan sampai barang itu bisa masuk sesuai standar pasar yang diinginkan Jepang. Kadang mengartikan desain dengan mewujudkan dalam produk jadi itu berbeda," sambung Sany.

Baca juga: Cerita Gede Suama yang Kebanjiran Order Laundry Selama KTT G20 Bali

Di balik itu semua, Sany Kamengmau tidak menyangka tekad untuk memperbaiki ekonominya dengan nekat belajar bahasa asing menjadi jalan mengubah nasibnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com