JAKARTA, KOMPAS.com - Produsen tas kulit CV Real Issue dimiliki oleh pria kelahiran Nusa Tenggara Timur (NTT), Sany Kamengmau.
Sany menceritakan, produk tas kulitnya diorder oleh pembeli langsung (direct buyer) asal Jepang dan Australia.
Dalam sebulan order dari Jepang rata-rata 300-400 buah tas. Buyer asal Jepang ini menjadi pelanggan utamanya sejak tahun 2003.
Sementara order dari buyer Australia rata-rata dalam dua bulan sebanyak 100 buah tas.
Sany mengaku sempat mencapai peak season pada tahun 2007-2017 dengan mengekspor tas kulit ke Jepang hingga 4.000 buah setiap bulannya.
Baca juga: Kisah Sukses Dewi Ekha, dari Buruh Pabrik hingga Ekspor Bulu Mata Palsu ke 16 Negara
Namun sejak Covid-19, orderan turun drastis sehingga terpaksa Sany harus memangkas jumlah tenaga kerjanya. Saat ini jumlah tenaga kerja yang masih dipertahankan sebanyak tujuh orang.
"Jumlah tenaga kerja sebelum Covid itu sekitar 30 orang, tapi setelah Covid-19 sementara baru bisa mempekerjakan tujuh orang, tapi kami sesuaikan dengan pesanan. Kalau ada peningkatan pesanan kita bisa tambah tenaga kerja," ujar Sany dalam siaran pers, dikutip Senin (21/11/2022).
Dalam menjalankan bisnisnya, Sany mengakui tidak lepas dari kendala dan rintangan.
Menurutnya salah satu kendala yang dihadapi adalah jadwal yang ketat dari pembeli terutama Jepang. Etos kerja yang besar dan disiplin yang kuat dari buyer Jepang tersebut menuntutnya harus menyesuaikan diri.
Padahal dalam memproduksi satu item tas kulit saja dibutuhkan ketelitian dan kejelian yang tinggi agar tidak ada kesalahan. Hal itu mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian satu produk lebih lama.
"Kerja dengan orang Jepang itu sangat sulit sebab menuntut kita disiplin tinggi, dia juga mengedepankan kualitas tinggi. Awal mula sulit tapi motivasi saya kuat untuk membuat produk yang bagus dan sesuai dengan standar yang dia inginkan," tutur Sany.
Kendala lain yang pernah dihadapi selain faktor modal kerja adalah uji sampel yang butuh waktu lama. Menurutnya buyer dari Jepang tersebut kerap mengirimkan desain model tas dalam bentuk sketsa.
Dari desain itu, Sany harus berpikir keras untuk menerjemahkannya menjadi produk. Beberapa kali, Sany bilang, sampel yang dibuatnya mendapatkan catatan dari buyer sehingga produk sampel tersebut harus bolak-balik dikirim ke buyer.
"Sampel itu dibuat berulang kira-kira sampai enam bulan sampai barang itu bisa masuk sesuai standar pasar yang diinginkan Jepang. Kadang mengartikan desain dengan mewujudkan dalam produk jadi itu berbeda," sambung Sany.
Baca juga: Cerita Gede Suama yang Kebanjiran Order Laundry Selama KTT G20 Bali
Di balik itu semua, Sany Kamengmau tidak menyangka tekad untuk memperbaiki ekonominya dengan nekat belajar bahasa asing menjadi jalan mengubah nasibnya.
Dari semula yang hanya bekerja sebagai satpam di sebuah hotel di Bali, kini ia menjadi bos tas kulit kualitas ekspor.
Dia menceritakan, bahasa menjadi salah satu pintu masuk baginya untuk mendapat kesempatan hidup lebih baik.
Oleh sebab itu setelah mendapat gaji bulanan dari tempatnya bekerja, dia membeli kamus bahasa Jepang dan Inggris serta buku-buku lainnya. Secara otodidak dia terus belajar berbahasa asing tersebut.
Selang beberapa waktu, akhirnya Sany mampu berbahasa Jepang dan Inggris meski terbatas. Dari situ, setiap mendapatkan tamu, Sany mencoba menjalin komunikasi yang baik sambil melatih keterampilan berbahasa asing.
Kemudian, Sany mendapatkan sosok rekanan dari Jepang sehingga dia mendapatkan kepercayaan untuk membantu bisnisnya yang ada di Indonesia.
"Saya waktu itu bantu-bantu mencarikan souvernir dan lainnya termasuk membantu bisnis pakaian di Bali. Dari situ lama-lama saya ada ide untuk bikin tas kulit, nah Juragan saya ini membantu saya bagaimana membuatnya dan akhirnya saya kembangkan sehingga bisa memenuhi spesifikasi tas sesuai permintaannya," cerita Sany.
Seiring waktu berjalan, kepercayaan dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya bertambah lagi. Itulah alasannya Sany memutuskan membuat CV dengan dibantu beberapa karyawan di awal berdirinya.
"Usaha saya ini di bidang kerajinan kulit di bidang tas. Sudah saya gelutin sekitar sekitar 22 tahun dimulai sejak tahun 2000 hingga saat ini," ucapnya.
Usaha yang dimiliki oleh Sany Kamengmau menjadi kian moncer setelah mendapatkan fasilitasi akses pembiayaan UKM oleh Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melalui PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Sany, pria kelahiran Nusa Tenggara Timur (NTT) ini mengaku mendapatkan akses pembiayaan KUR Kecil yang difasilitasi oleh KemenKopUKM sebesar Rp 500 juta.
"Dana itu kami gunakan untuk belanja bahan baku, membayar ongkos kerja atau gaji dan untuk mempersiapkan modal kerja orderan berikutnya," tandas Sany.
Baca juga: Kisah Sukses Rudolf Bangun CV Krudut, Pabrik Furniture dengan Omzet 1,5 Juta Dollar AS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.