Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Dorongan Pengawasan Koperasi Dilakukan OJK, Ini Alasannya

Kompas.com - 21/11/2022, 16:31 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menampung aspirasi dan masukan dari praktisi koperasi untuk menyempurnakan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.

Mengenai pengawasan koperasi khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Ketua Koperasi Produsen Kopmamindo Sulawesi Selatam, Taslimin Andi sepakat bila pengawasan koperasi diserahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Semua lembaga pembiayaan diawasi OJK, kenapa koperasi tidak," ucap Taslimin dalam siaran pers, dikutip Senin (21/11/2022).

Taslimin beranggapan, banyak orang yang tidak percaya dengan pengawasan koperasi yang dilakukan sendiri atau dinas terkait di daerah.

"Tidak bisa tidak, pengawasan koperasi harus dilakukan OJK. Saya tidak percaya pengawasan dilakukan dinas koperasi," imbuh dia.

Baca juga: Menteri Teten Setuju Koperasi Diawasi OJK, asalkan...

Bagi Taslimin, apapun usahanya jika tanpa pengawasan ketat, maka akan sulit untuk maju dan berkembang.

"Kalau perlu KPK turun tangan, karena banyak juga koperasi yang menikmati dana negara, termasuk misalnya melalui lembaga pembiayaan yang memberikan bantuan," ucap Taslimin.

Selain pengawasan oleh OJK, Taslimin juga berharap UU Perkoperasian mengakomodir keberadaan lembaga penjamin simpanan koperasi.

Baca juga: Forum Koperasi Tak Setuju Pengawasan Koperasi di Bawah OJK, Apa Sebabnya?

Sementara, Dosen Prodi Ilmu Hukum Universitas Negeri Makassar (UNM) Herman juga sepakat, untuk meningkatkan kredibilitas KSP pengawasan harus dilakukan OJK.

"Karena, kalau mengelola keuangan maka harus diawasi ketat," kata Herman.

Selain pengawasan, Herman juga menunjuk pentingnya kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi sebagai bagian dari skema pengawasan ketat.

"Itu semua harus ada agar kredibilitas koperasi sama dengan korporasi," ujar dia.

Baca juga: Banyak Koperasi Simpan Pinjak Praktikkan Shadow Banking, Menteri Teten: Jadikan Bank atau Bubarkan

Herman berharap, jangan sampai UU Perkoperasian yang baru jauh panggang dari api, atau tidak mengakomodir fakta-fakta yang terjadi di tengah masyarakat.

Misalnya mengakomodasi masalah di antaranya, pajak, keanggotaan, kelembagaan, dan sebagainya.

Herman juga menekankan, agar jangan sampai UU Perkoperasian tidak bisa menyelesaikan beragam masalah yang ada.

"Ini terkait terminologi yang harus diperjelas dan dipertegas lagi dalam RUU yang ada di Pasal 1," ucap Herman.

Selain itu, kata Herman, perlu ketegasan hukum dari koperasi dalam kedudukan hukum di samping yang lainnya, yakni BUMN, korporasi, dan lainnya.

"Yang membedakan koperasi dengan PT hanya permodalan. Jika modal PT dari persero dengan keuntungan untuk pemegang saham, sedangkan modal koperasi dari anggota dengan keuntungan untuk anggota," tandas Herman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com