Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Ancaman Resflasi, Tapi Indonesia Diyakini Aman

Kompas.com - 22/11/2022, 21:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seiring dengan kondisi ekonomi global yang terus melemah, kini terdapat ancaman resflasi, yaitu terjadinya resesi yang dibarengi inflasi tinggi. Lalu apakah Indonesia aman dari ancaman resflasi?

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai, Indonesia tidak akan mengalami resflasi. Sebab, meskipun inflasi naik namun ekonomi RI akan tetap tumbuh positif yang ditopang oleh konsumsi masyarakat.

"Tahun depan Indonesia itu bukan resesi, hanya pertumbuhannya melambat. Beda sama resesi, kalau resesi kan 6 bulan berturut-turut mengalami negatif," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (22/11/2022).

Baca juga: Menteri PPN: Transformasi Ekonomi Kuatkan Ekonomi RI Hadapi Resesi

Ia menjelaskan, optimisme Indonesia tak akan resesi tercermin dari struktur pengeluaran orang Indonesia. Aviliani bilang, sekitar 20 persen masyarakat kelas atas berkontribusi 45 persen terhadap total konsumsi.

Menurutnya, pada kelompok itu biasanya tidak pernah terdampak inflasi. Jadi meskipun Indonesia mengalami inflasi, masyarakat kelas atas akan tetap melakukan kegiatan konsumsi.

"Terus (masyarakat kelas) menengah atas itu kira-kira sekitar 17 persen. Jadi 45 persen ditambah 17 persen, itu yang tidak terlalu kena terhadap inflasi," katanya.

Sementara yang terkena dampak inflasi adalah masyarakat kelas bawah. Kelompok masyarakat ini berkontribusi hanya 17 persen terhadap total konsumsi.

Namun, konsumsi kelompok masyarakat kelas bawah diupayakan pemerintah untuk tetap terjaga dengan pemberian bantuan sosial (bansos).

"Makanya, di sini itu BLT (bantuan langsung tunai) perlu, karena menengah bawah dan yang bawah itu sekitar 35 persen (populasinya). Nah, jadi artinya saya mengatakan bahwa walaupun terjadi inflasi, kalau kita bisa menggarap yang ini, itu akan tetap ada daya beli," papar Aviliani.

Sebelumnya, istilah resflasi mencuat dari Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11/2022) kemarin.

Baca juga: PDB Anjlok 2 Kuartal Berturut-turut, Rusia Resmi Resesi

Ia menyebut, ada sejumlah hal yang mencirikan gejolak ekonomi di tahun ini yang kemungkinan akan berlanjut hingga tahun depan, salah satunya perlambatan pertumbuhan ekonomi hingga menyebabkan risiko resesi.

Pertumbuhan ekonomi dunia yang semula diproyeksi mencapai 3 persen di tahun ini, kemungkinan akan turun menjadi 2,6 persen, bahkan ada risiko turun lagi menjadi 2 persen seiring melemahnya ekonomi negara-negara maju. Amerika Serikat (AS) dan Eropa diproyeksi memiliki pertumbuhan yang paling rendah.

Gejolak lainnya adalah inflasi yang tinggi, di mana inflasi dunia sudah menyentuh 9,2 persen pada tahun ini. Inflasi AS bahkan sempat menyetuh level 8,8 persen dan Eropa menyentuh level 10 persen.

"Kemarin di Inggris juga mendekati 11 persen sehingga inflasi itu sangat tinggi," kata Perry.

Lonjakan inflasi itu pun direspons oleh bank-bank sentral dengan kenaikan suku bunga. Sayangnya, kenaikan inflasi saat ini disebabkan dari sisi suplai, yaitu kenaikan harga pangan dan energi yang belum tentu akan segera turun.

"Sehingga kejar-kejaran antara menaikkan suku bunga dan inflasi. Ini yang disebut risiko stagflasi, pertumbuhan yang stagnan menurun dan inflasi yang tinggi, bahkan sekarang istilahnya adalah resflasi, risiko resesi dan tinggi inflasi," jelas Perry.

Baca juga: 5 Tips Bagi Pebisnis untuk Hadapi Potensi Resesi di 2023

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com