JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah sudah mengantongi penerimaan sebesar Rp 339,71 miliar dari pajak kripto dan fintech-peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) sepanjang Juni-Oktober 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, secara rinci penerimaan negara dari pajak fintech-P2P lending sebesar Rp 148,60 miliar dan dari pajak kripto sebesar Rp 191,11 miliar.
Adapun pengenaan pajak keduanya berlaku sejak Mei 2022, namun penyetoran pajak dimulai Juni 2022.
"Untuk fintech-P2P lending kontribusi PPh 23 atas bunga pinjaman sebesar Rp 101,39 miliar dan PPh 26 atas bunga pinjaman sebesar Rp 47,21 miliar," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, dikutip Jumat (25/11/2022).
Baca juga: Kredit Macet Fintech P2P Lending TaniFund Capai 49 Persen, OJK: Risiko Ditanggung Lender
Payung hukum pengenaan pajak atas fintech tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022. Pajak penghasilan (PPh) dikenakan kepada pemberi pinjaman dan penyelenggara layanan pinjaman online.
Pajak penghasilan yang dikenakan kepada pemberi pinjaman dan atau penyelenggara pinjol adalah PPh 23 atau PPh 26. Yang dikenai PPh ini adalah penghasilan berupa bunga pinjaman yang didapat dari nasabahnya.
Baca juga: Ini Masalah Fintech Lending yang Banyak Dikeluhkan Nasabah
PPh 23 dikenakan kepada pemberi pinjaman dan atau perusahaan pinjol di dalam negeri (wajib pajak dalam negeri) dan memiliki bentuk usaha tetp, dengan tarif 15 persen dari jumlah bruto bunga yang didapat dari nasabah.
PPh 26 dikenakan kepada pemberi pinjaman berbasis luar negeri (wajib pajak luar negeri) yang bukan berbentuk usaha tetap, dengan tarif sebesar 20 persen dari jumlah bruto bunga yang didapat dari nasabah.
Baca juga: Per Agustus 2022, Pemerintah Kantongi Rp 126,75 Miliar dari Pajak Kripto