Sementara itu, lanjut Sri Mulyani, untuk pajak kripto yang berhasil terkumpul Rp 191,11 miliar hingga Oktober 2022 berasal dari penyetoran PPh 22 atas transaksi aset kripto dan penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemungutan.
Secara rinci, penerimaan dari dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui pengelola penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri dan penyetoran sendiri sebesar Rp 91,40 miliar.
Sedangkan penerimaan yang berasal dari pajak kripto juga berasal PPN dalam negeri atas pemungutan oleh non bendaharawan senilai Rp 99,71 miliar.
"Untuk kripto yang baru dimulai 1 mei 2022 dan dibayarkan Juni 2022, ini kita lihat PPh 22-nya di 91,40 miliar dan PPN Rp 99,71 miliar sampai Oktober 2022. Jadi ini relatif yang cukup singkat, Juni -31 Oktober 2022," kata Sri Mulyani.
Adapun ketentuan pungutan pajak atas transaksi aset kripto, baik PPh maupun PPN, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68 Tahun 2022. PPh yang dipungut atas transaksi aset kripto adalah PPh Pasal 22 yang bersifat final.
Bila perdagangan aset kripto dilakukan melalui platform yang terdaftar Bappebti, PPh Pasal 22 final yang dikenakan adalah sebesar 0,1 persen. Sementara jika perdagangan dilakukan melalui platform yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPh Pasal 22 final yang berlaku atas transaksi tersebut adalah sebesar 0,2 persen.
Sedangkan untuk pengenaan PPN, penyerahan aset kripto melalui platform yang terdaftar Bappebti dikenai PPN sebesar 1 persen dari tarif umum atau sebesar 0,11 persen. Serta, apabila penyerahan dilakukan melalui exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPN dikenakan menjadi dua kali lipat yakni 2 persen dari tarif umum atau sebesar 0,2 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.