Telah terlihat adanya pemulihan awal kinerja korporasi dan rumah tangga. Kemampuan keuangan dan kapasitas membayar dari korporasi, khususnya sektor pertambangan, migas, dan perdagangan membaik.
Tingkat pembelian barang-barang konsumsi oleh rumah tangga juga meningkat. Pertumbuhan kredit UMKM tahunan, tercatat kenaikan sekitar 17 persen.
Perbankan juga memperbaiki tata kelola, prudensial, manajemen risiko, namun dengan standar persyaratan satu pilar memungkinkan ekspansi pembiayaannya. Perbankan juga membidik penyaluran kredit secara selektif.
Kondisi perbankan pada umumnya masih cukup kuat. Rata-rata Modal Perbankan lebih dari cukup dengan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio /CAR tetap tinggi sebesar 25 persen, jauh di atas CAR minimum 12 persen.
Risiko perbankan juga tetap rendah dilihat dari kinerja rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) mencapai 0,77 persen (NPL neto) dan 2,78 persen (NPL bruto)
Dana pihak ketiga perbankan tumbuh hampir 10 persen, menunjukkan kuatnya likuiditas perbankan.
Peningkatan DPK terjadi pada kelompok korporasi dan rumah tangga sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.
Masalahnya tingkat rasio pinjaman atau LDR perbankan umumnya belum optimal dibanding dengan masa sebelum covid-19.
Dalam jangka pendek, Perbankan di Indonesia akan mengalami dampak kenaikan suku bunga. Meskipun kondisi perbankan masih kuat, kenaikan suku bunga BI akan mengganggu pertumbuhan pinjaman ke sektor riil.
Tidak hanya akan mengganggu pinjaman nasabah baru, namun pengusaha yang memiliki outstanding pinjaman harus menyesuaikan kenaikan bunga pinjaman.
Suku bunga pinjaman dalam waktu dekat diperkirakan mencapai 10 persen, di atas rata-rata saat ini 9 persen.
Kenaikan suku bunga pinjaman akan memberatkan pengusaha nasabah, khususnya pengusaha UMKM dan sektor industri manufaktur serta perdagangan retail yang sedang dalam masa pemulihan.
Inflasi secara musiman juga mengalami kenaikan akhir tahun, tampaknya BI masih akan menaikkan suku bunga lagi bulan Desember atau Januari. Belum lagi faktor risiko global masih akan terus mengancam inflasi.
Sampai saat ini transmisi kenaikan suku bunga masih terbatas pada sektor keuangan saja. Penarikan dana masih terbatas.
Risiko inflasi domestik dengan demikian masih ada. Kedepan apabila BI terus menaikkan suku bunga tentu bunga LPS akan naik pula dan diikuti dengan kenaikan bunga perbankan.
Era suku bunga rendah sudah berakhir. Kini Perbankan harus mampu menyesuaikan kembali dengan suku bunga yang tidak lagi rendah.
Suku bunga tinggi akan ditransmisikan ke nasabah dan konsumen akhir. Bisa jadi konsumen akan menghentikan laju belanja untuk sementara.
Mudah-mudahan masa tunggunya tidak lebih dari tiga hingga enam bulan. Kondisi ekonomi global secara umum dalam masa menurun dan menghadapi ancaman resesi.
Nasihat yang paling bijaksana bagi para pengusaha dan konsumen adalah bersiap-siap menghadapi badai ekonomi yang akan datang dengan konsolidasi dan penghematan serta efisiensi bisnis sedini mungkin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.