Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Andesna Nanda
Ahli Pemerhati Manajemen Strategis

Pemerhati Manajemen Strategi, Penulis Centang Biru Kompasiana

Mempersiapkan Industri Asuransi Jiwa Menghadapi Pandemi Berikutnya

Kompas.com - 28/11/2022, 16:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BAYANG-bayang dampak pandemi Covid-19 sepertinya masih belum bisa lepas dari sektor jasa keuangan, khususnya industri asuransi jiwa.

Hal ini terlihat dari rilis Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) untuk periode semester 1 2022, di mana pendapatan premi bruto secara nasional masih terkoreksi nyaris 10 persen secara year on year.

Menurut rilis AAJI tersebut kontraksi ini disebabkan masih terkoreksinya produk-produk unit link yang masih signifikan. Di saat bersamaan pertumbuhan produk-produk tradisional atau proteksi juga belum maksimal.

Jika dianalisis secara lebih mendalam, maka kontraksi ini menjadi hal yang niscaya karena pandemi Covid-19 memengaruhi cara dan pola interaksi penjualan produk-produk asuransi jiwa yang sebelumnya sangat dipengaruhi jarak fisik dan geografis.

Pandemi Covid-19 telah mengubah hal-hal tersebut menjadi tren digitalisasi dan juga proses penjualan produk secara daring.

Memang saat ini industri asuransi jiwa telah berbenah. Ada kemajuan yang cukup baik di mana mayoritas perusahaan di industri asuransi jiwa telah mengembangkan teknologi dan interaksi jarak jauh.

Beberapa bahkan sudah memasuki era normal baru yang benar-benar baru, tidak hanya pola lama yang dibungkus dengan kemasan baru.

Hal ini tentu saja menggembirakan mengingat industri asuransi jiwa merupakan salah satu pilar penting sektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah banyak sekali menelurkan regulasi baru agar industri asuransi jiwa tetap tumbuh secara sehat pada tahun-tahun mendatang.

Untuk mengatasi tantangan ini, industri asuransi jiwa perlu memikirkan kembali model bisnis yang lebih berkelanjutan dengan melihat pada tiga dimensi utama, yaitu pelanggan, tenaga penjual, dan sistem pendukung penjualan.

Saat ini pelaku industri asuransi jiwa terlihat lebih menitikberatkan fokus mereka terhadap sistem pendukung, misalnya, melakukan investasi besar-besaran dalam hal akuisisi data dan digitalisasi. Walau sebenarnya fokus tersebut pada kenyataannya sering menemui jalan buntu.

Oleh karena itu, untuk mempersiapkan diri menghadapi pandemi berikutnya yang tidak dapat diprediksi, maka industri asuransi jiwa perlu bersiap dengan fokus yang berimbang terhadap bagaimana mereka dapat memahami pelanggan.

Di saat bersamaan mempersiapkan tenaga penjual yang juga paham terhadap kebutuhan pelanggan dan bukan hanya kebutuhan perusahaan.

Fokus terhadap pelanggan

Untuk memahami bagaimana preferensi pelanggan dapat dipahami secara komprehensif, perusahaan asuransi jiwa harus bisa memikirkan kembali proses yang ada, pengalaman, dan produk agar lebih sesuai dengan (sekali lagi) kebutuhan pelanggan.

Walau ini mungkin berarti menyederhanakan dan bahkan menghentikan penjualan produk yang terlalu rumit untuk dipahami pelanggan, yang dapat menyebabkan kesalahan dalam proses penjualan.

Secara lebih luas, ini tentang bagaimana menciptakan kembali efektivitas dari hubungan tiga pelaku utama, perusahaan, tenaga penjual, dan pelanggan, yang saat ini suka atau tidak telah berkembang di lingkungan virtual. Tentunya sangat berbeda dengan kondisi sebelum pandemi.

Sebagai contoh perubahan perilaku konsumen yang harus dipahami, misalnya, yang terjadi di industri telemedicine. Pelanggan saat ini lebih nyaman menggunakan layanan ini untuk proses pengobatan yang tentunya tidak kompleks, namun dapat menghemat waktu dan biaya pelanggan.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19, perusahaan-perusahaan asuransi jiwa berlomba-lomba memperluas lanskap distribusi dengan tujuan komersial.

Namun, ketika pandemi datang, maka sebenarnya telah terjadi seleksi alam terhadap saluran-saluran distribusi yang sesuai atau tidak dengan Risk Appetite perusahaan.

Ini berarti bahwa biaya yang dikeluarkan selama bertahun-tahun menjadi percuma ketika pandemi datang. Saluran distribusi yang telah dibangun tersebut tidak memiliki ketahanan terhadap dahsyatnya pandemi Covid-19.

Untuk mempersiapkan diri menghadapi pandemi berikutnya, saat ini adalah waktu paling tepat bagi industri asuransi jiwa melakukan re-engineering terhadap saluran-saluran distribusi yang ada dengan pendekatan pilot-test-learn-unlearn.

Dengan demikian, dapat diketahui saluran distribusi mana yang paling memungkinkan untuk mendapatkan skala ekonomis yang tepat.

Hal ini penting karena tanpa mendapatkan skala ekonomis yang tepat, maka kemungkinan saluran distribusi tersebut gagal akan lebih besar yang ujungnya akan membebani bottom line perusahaan.

Namun demikian, mengubah model operasi distribusi bukan pekerjaan mudah dan akan membutuhkan waktu untuk mengimplementasikan.

Karena itu tidak hanya berarti menggunakan model dan juga aset baru, tetapi juga membutuhkan kemampuan substansial yang memengaruhi lainnya bagian dari rantai nilai, seperti produk dan juga kemampuan modal.

Memanfaatkan media sosial

Harus diakui bahwa industri asuransi jiwa adalah industri jasa, di mana kekuatan media sosial menjadi penting.

Namun demikian, jika pelaku industri asuransi jiwa mau belajar dari kesuksesan nama-nama besar yang saat ini merajai dunia seperti Facebook, Netfix, Instagram, ada beberapa hal yang bisa dilakukan.

Misalnya dengan penciptaan tren media sosial baru dalam suatu line up produk atau bahkan cross line up, maka perusahaan-perusahaan asuransi jiwa akan lebih mempunyai bekal untuk berkompetisi.

Secara teoritis, pemanfaatan media sosial bisa diciptakan dari segmentasi konsumen yang berbeda.

Mengecewakan pelanggan selalu berisiko bagi perusahaan, setidaknya dalam jangka panjang. Skala dan kecepatan media sosial bisa membuat kegagalan seketika tersebut lebih menyakitkan.

Dengan cara yang sama, perusahaan asuransi jiwa yang secara konsisten memberikan apa yang mereka janjikan akan sangat diuntungkan ketika media sosial memperkuat reputasi mereka.

Bahaya yang terlihat jelas adalah gagalnya strategi perusahaan untuk mengimbangi perkembangan media sosial yang pada akhirnya berujung persepsi negatif dari pelanggan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com