Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Setuju Kenaikan Cukai Rokok 10 Persen, Petani Tembakau Usul 5 Persen

Kompas.com - 28/11/2022, 21:20 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok rata-rata sebesar 10 persen di tahun 2023 dan 2024, memberatkan para petani tembakau.

Hal ini pula yang memicu ratusan petani tembakau melakukan unjuk rasa ke kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Senin (28/11/2022) pagi tadi.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Agus Parmuji mengatakan, pihaknya ingin kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau dikaji ulang oleh pemerintah. Menurutnya, kenaikan setidaknya hanya sebesar 5 persen untuk tahun 2023 saja.

"Cukai jangan dinaikkan secara berturut-turut. Ideal kami (naik) maksimal 5 persen lah karena kami sudah dihantam. Ini untuk 2023 saja, yang 2024 baru nanti dibahas lagi," ujarnya saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (28/11/2022).

Baca juga: Ada 4 Tuntutan, Petani Tembakau Bakal Duduk Bareng Pemerintah Pekan Depan

Ia menjelaskan, kenaikan cukai hasil rokok setiap tahunnya sangat berpengaruh terhadap harga jual tembakau yang terus melemah. Menurutnya, penurunan harga tembakau akibat kenaikan cukai sejak 2019 sudah terjadi sebesar 40 persen.

"Harga tembakau rata-rata Rp 60.000 per kilogram, harusnya Rp 90.000-100.000 per kilogram untuk grade D. Kalau grade A sekitar Rp 110.000-120.000 per kilogram. Penurunan ini akan memperlambat sebuah sistem ekonomi budaya di desa," papar dia.

Selain persoalan kebijakan kenaikan cukai rokok, APTI juga menuntut adanya pembatasan ketat tembakau impor, meminta subsidi pupuk untuk petani tembakai terus diadakan, serta meminta pembatasan rokok elektrik yang menyebabkan produksi petani tembakau tak terserap.

Baca juga: Cukai Rokok Naik, 4 Tahun Petani Tembakau Kondisinya Terpuruk

Terkait aspirasi para petani tembakau itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah menerimanya dan akan melakukan pembahasan lebih lanjut bersama APTI.

Pembahasan dijadwalkan pekan depan dengan melibatkan kementerian lainnya, sebab keluhan para petani tembakau tak hanya melibatkan Kemenkeu.


Rencananya, rapat dengan perwakilan APTI bakal melibatkan Kemenkeu, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Ketenagakerjaan.

"Kami akan undang semua (kementerian terkait), kami dengarkan aspirasinya (petani tembakau). Diusahakan minggu depan (pertemuannya)," kata dia.

Lebih lanjut, Yustinus mengatakan, pada dasarnya kebijakan mengenai cukai rokok diputuskan dalam rapat terbatas (ratas) yang pembahasannya melibatkan banyak menteri. Maka, usul mengkaji ulang kebijakan cukai harus kembali dibahas antar kementerian.

"Kemarin (kebijakan tarif cukai) itu hasil ratas, maka nanti kami bawa ke rapat antar kementerian itu. Namun setidaknya ruang-ruang yang disampaikan di luar itu kan masih bisa menjadi improvement bersama," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com