Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Ekonomi RI Positif, BI Diminta Tak Terapkan Kebijakan Moneter Restriktif

Kompas.com - 29/11/2022, 06:08 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula menilai Bank Indonesia (BI) tidak perlu menerapkan kebijakan moneter restriktif untuk mengatasi inflasi.

Dia mengatakan, sejalan dengan laju pengetatan The Fed, BI sempat melakukan penyesuaian suku bunga untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan menopang Rupiah. Meskipun BI menyatakan prioritasnya untuk menjaga stabiitas nilai tukar, namun momentum pertumbuhan ekonomi masih tetap diperhatikan.

“Proyeksi pertumbuhan PDB 2023 di kisaran 4,6–5,3 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global maupun negara berkembang lainnya. Inflasi yang relatif terkendali dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum beroperasi di atas potensinya membuat Bank Indonesia tidak perlu serestriktif negara-negara lain,” kata Ezra dalam siaran pers, Senin (28/11/2022).

Baca juga: BI 4 Kali Naikkan Suku Bunga, Ekonom Prediksi Kredit Tumbuh Lambat dan NPL Naik

Ezra mengungkapkan, penerapan kebijakan moneter restriktif oleh The Fed dalam memerangi inflasi terbukti mendorong penurunan inflasi di AS. Meskipun masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata historis selama ini, dari sisi permintaan, dampak suku bunga tinggi dan likuiditas yang semakin ketat berpotensi menekan laju konsumsi masyarakat.

Sementara dari sisi pasokan, salah satu faktor utama yang membuat inflasi melonjak, terus menunjukkan perbaikan seiring dengan perlambatan ekonomi dunia. Data terkini seperti volume bongkar muat dan biaya pengapalan kontainer terus menurun dan kelangkaan barang di sektor ritel sudah membaik. Kondisi ini diharapkan dapat menyebabkan ekspektasi turunnya tekanan inflasi.

“Hal ini sudah mulai terlihat dari data inflasi umum Oktober yang turun ke level 7,7 persen YoY dibandingkan 8,2 persen YoY sebulan sebelumnya. Inflasi inti, yang tidak mengikutsertakan komponen volatil seperti pangan dan energi, juga turun ke 6,3 persen YoY dari 6,6 persen sebulan sebelumnya,” kata Ezra.

Baca juga: Harga Bahan Pangan Naik, BI Perkirakan Inflasi November 2022 Capai 0,18 Persen

Data-data tersebut juga disambut baik oleh pasar obligasi dunia dan domestik. Imbal hasil Treasury AS mengalami penurunan 4 persen, dan arus masuk terjadi pada pasar obligasi domestik, membawa penurunan imbal hasil yang cukup signifikan.

“Walaupun kesinambungannya ke depan masih perlu dicermati, setidaknya terlihat pengetatan moneter dan upaya pengendalian inflasi yang dilakukan The Fed mulai membuahkan hasil,” lanjut dia.

Di sisi lain, The Fed menyampaikan bahwa peningkatan suku bunga dapat berjalan lebih gradual untuk memberikan kesempatan pada ekonomi untuk merespons kenaikan sebelumnya. Dengan kenaikan suku bunga secara gradual akan memberikan ruang bagi ekonomi untuk melakukan penyesuaian secara bertahap dan kebijakan moneter bisa menjadi lebih fleksibel.

Namun sisi negatifnya, terminal rate atau puncak kenaikan suku bunga menjadi lebih tinggi. Saat ini pasar memperkirakan terminal rate meningkat menjadi 5,0–5,1 persen di bulan Mei 2023 dari perkiraan sebelumnya 4,8–4,9 persen di bulan Maret 2023.

“Kami memperkirakan The Fed dapat saja berubah haluan menjadi lebih akomodatif, terutama jika data-data ekonomi mulai beralih ke arah pelemahan dan inflasi turun secara konsisten,” lanjut dia.

Baca juga: Disetujui DPR, Anggaran Operasional BI Tahun Depan Rp 15,49 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com