Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firman El Amny Azra
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang belajar menulis.

Gelombang PHK dan Resiliensi Ekonomi Indonesia

Kompas.com - 29/11/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KONDISI ekonomi global saat ini berada di tengah badai dengan gelombang inflasi tinggi yang dapat menenggelamkan banyak negara kedalam gelombang resesi. Akibatnya gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK tidak terhindarkan.

Sektor tekstil dan sepatu merupakan salah satu sektor yang sangat terdampak. Sampai Oktober 2022, dilaporkan sudah lebih dari 100.000 buruh terkena PHK.

Bahkan, menurut asosiasi tekstil dan asosiasi sepatu Indonesia, ada 1 juta buruh yang terancam terkena PHK jika resesi global tidak kunjung membaik.

Gelombang PHK tidak hanya menimpa industri padat karya dan manufaktur. Industri startup digital juga mengalami gelombang PHK sejak awal tahun 2022.

Tercatat ada belasan startup digital yang melakukan PHK antara lain: GoTo, Ruangguru, Sirclo, Shopee, LinkAja, Zenius, TaniHub, Fabelio, Xendit, Pahamify, JD.ID, Line, Mamikos, Tokocrypto, Lummo, MPL dan Beres.id.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institutite Heru Sutiadi memprediksi kondisi muram dan gelombang PHK di industri startup digital juga diprediksi akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, setidaknya hingga dua tahun kedepan.

Fenomena gelombang PHK tersebut tidak terlepas dari suramnya perekonomian global yang diproyeksikan oleh sejumlah lembaga internasional.

International Monetary Fund (IMF), misalnya, memprediksi setidaknya 31 negara yang merepresentasikan GDP dunia akan masuk kedalam jurang resesi.

Begitu juga dengan World Bank yang memperingatkan risiko resesi global pada 2023 dan 2024 karena lambatnya ekonomi dan tingginya inflasi.

Ancaman resesi global juga disampaikan oleh pemerintah Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani contohnya memperingatkan pada Rabu (19/10/2022), bahwa ancaman resesi dan inflasi global yang dapat berlanjut hingga 2 tahun kedepan.

Menurut Sri Mulyani, saat ini banyak negara mengalami inflasi tinggi sehingga dilakukan pengetatan likuiditas dan menaikkan suku bunga.

Akibatnya banyak negara yang kesulitan untuk memperoleh pendanaan karena meningkatnya cost of fund dan berpotensi untuk default.

Resiliensi ekonomi Indonesia

Indonesia dipandang oleh para ahli dan pengamat ekonomi mempunyai ketahanan yang cukup baik dan dipercaya tidak akan ikut mengalami resesi.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri, misalnya, menulis bahwa Indonesia akan merasakan dampak dari resesi global, tetapi ekonomi domestik Indonesia tidak akan jatuh ke jurang resesi.

Ketahanan ekonomi Indonesia tersebut, menurut Chatib Basri, karena kontribusi ekspor pada pembentukan PDB yang hanya 25 persen. Angka tersebut jauh dari negara berorientasi ekspor seperti Singapura yang kontribusi ekspor mencapai 200 persen PDB.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com