Dampaknya dari inflasi tersebut adalah terjadinya penurunan daya beli masyarakat kelas menengah bawah.
Masalah penurunan daya beli di masyarakat kelas menengah bawah perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah karena jika dibiarkan akan mengakibatkan meningkatnya angka kemiskinan.
Peningkatan angka kemiskinan tersebut kemudian dapat berdampak pada penurunan kualitas kehidupan, peningkatan kriminalitas, peningkatan angka pengangguran dan masalah sosial lainnya yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan politik.
Pemerintah sejatinya sudah menyadari potensi masalah tersebut dengan mengeluarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Sosial (Bansos) untuk kelompok masyarakat yang rawan terdampak kenaikan BBM.
Sayangnya penyaluran BLT masih jauh dari sempurna dengan banyaknya penerima yang salah sasaran, masyarakat miskin yang justru tidak dapat BLT hingga adanya kebocoran dalam penyaluran.
Kelemahan implementasi BLT tercermin dengan informasi dari Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Sekretariat Wakil Presiden RI Suprayoga Hadi yang menyatakan terdapat 1,3 juta orang penerima BLT BBM salah sasaran.
Tidak hanya itu terdapat ketimpangan jumlah penerima BLT BBM dengan jumlah masyarakat miskin. Jumlah masyarakat miskin pada semester 1 2022, menurut data BPS, adalah sebesar 26,16 juta jiwa.
Sedangkan BLT BBM 2022 hanya disalurkan kepada 20,65 juta penerima. Artinya terdapat 5,5 juta penduduk miskin yang tidak mendapatkan BLT BBM tersebut.
Penyaluran bansos oleh pemerintah terhadap pekerja informal dan pengusaha UMKM juga cenderung kurang maksimal.
Hal ini karena mekanisme cara untuk mendapatkan bantuan yang cukup merepotkan dan tidak disosialisasikan dengan baik. Lain halnya dengan bantuan untuk pekerja formal yang secara otomatis diproses berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan.
Perbedaan kondisi masyarakat kelas menengah bawah dengan kelas menengah atas tersebut harus lebih diperhatikan oleh pemerintah.
Ketimpangan ekonomi sosial yang semakin melebar berpotensi menimbulkan berbagai masalah seperti disintegrasi sosial.
Joseph E. Stiglitz dalam buku The Price of Inequality: How Today's Divided Society Endangers Our Future menyatakan bahwa ketimpangan mengarah kepada pertumbuhan dan efisiensi yang lebih rendah.
Ketimpangan juga mengakibatkan kurangnya kesempatan untuk memaksimalkan potensi terbesar manusia sebuah bangsa.
Masalah tersebut menjadi semakin penting mengingat bonus demografi Indonesia hanya bermanfaat apabila masyarakat memiliki kesempatan yang baik untuk berkarya dan bekerja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.