"Buktinya ini, ada nama petani ada di e-RDKK dari data simultan, ada Otang, Hengki setelah kita cek ternyata profesinya itu Otang pegawai desa, Hengki pegawai pabrik, ini bukan petani dan kita tanyakan langsung kita datangi, anehnya bukan petani penebusan ada, ini banyak kita temukan di enam kabupaten," ujarnya.
Ia melanjutkan, temuan kedua adalah banyak petani terdaftar ganda dalam data e-RDKK, ketiga, data e-RDKK tidak mutakhir, dan keempat, petani kecil belum terdaftar dalam e-RDKK.
"Kelima, ada juga data NIK petani pada e-RDKK tetapi juga tidak sesuai dengan data dukcapil, keenam, terus juga kami menemukan banyaknya data luas lahan homogen pada e-RDKK, semuanya seragam dan setelah kami cek ke lapangan datanya, faktanya, memang tidak seragam," tuturnya.
Menurut Yeka, hambatan dalam pendataan ini terdapat terbatasnya jumlah penyuluh pertanian dalam melakukan pendataan.
Kemudian, rendahnya kompetensi penyuluh pertanian dalam pendataan dan kecilnya alokasi anggaran penyuluhan.
"Jadi penyuluh pertanian diabaikan, maka penyuluh melakukan terpaksa saja dan pendataan e-RDKK itu bukan tupoksinya penyuluh tugasnya mendampingi, jadi bisa bayangkan dalam desain pupuk bersubsidi ini tidak ada instrumen yang memastikan data itu valid," tuturnya.
*Kartu Tani belum siap dalam penebusan pupuk bersubsidi*
Yeka mengatakan, Kartu Tani belum siap dalam implementasi penebusan pupuk bersubsidi secara serentak di seluruh Indonesia.
Ia mengatakan, data Kemenkominfo menunjukkan bahwa dari total 83.500 desa di Indonesia, tercatat 12.500 desa yang tidak belum memiliki infrastruktur digital.
"Otomatis kalau Kartu Tani berhasil diinjeksikan kemungkinan mesin EDCnya, jaringan internet bermasalah, sehingga distribusi Kartu Tani tidak optimal," kata Yeka.
Selain itu, Yeka mengatakan, penebusan pupuk bersubsidi tidak dilakukan sesuai prosedur di mana pihaknya menemukan kios pengecer mengatur mekanisme penebusan secara sepihak.
Kemudian dinas pertanian mengatur mekanisme penebusan secara sepihak.
"Dan penyimpangan penebusan pupuk bersubsidi oleh kelompok Tani," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.