Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petakan Masalah Pangan di RI, BPS Akan Lakukan Sensus Pertanian pada 2023

Kompas.com - 29/11/2022, 19:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) akan melakukan Sensus Pertanian (ST) pada 2023. Sensus ini untuk memetakan berbagai permasalahan pertanian dan pangan di Indonesia, mulai dari jumlah petani, luas lahan yang dimiliki, hingga pendapatan dari petani.

Lewat Sensus Pertanian 2023 diharapkan menghilangkan duplikasi data yang seringkali menjadi persoalan, sehingga menjadi hanya satu pintu terkait data pertanian dan pangan. Adanya data yang pasti ini maka dapat menjadi basis dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah.

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah mengatakan, untuk menghadapi isu pertanian global maupun nasional diperlukan transformasi sistem pertanian dan pangan yang inovatif, berdaya saing, serta berkelanjutan adalah kunci.

Maka, Sensus Pertanian 2023 menyajikan data untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan isu pertanian.

"Sensus Pertanian 2023 menyajikan data untuk pembuatan keputusan berbasis bukti (evidence based decision). Harapannya hasilnya dapat digunakan oleh kementerian dan lembaga, maupun berbagai pemangku kepentingan lain untuk memanfaatkan data ini dalam transformasi pertanian dan pangan," ujarnya dalam Kick Off Sensus Pertanian 2023 di Jakarta, Selasa (29/11/2022).

Baca juga: ASN Diminta Berpartisipasi Aktif dalam Sensus Penduduk

Ia menjelaskan, Sensus Pertanian 2023 akan mendata jumlah petani di Indonesia beserta usianya, juga menghitung seberapa banyak regenerasi petani yang terjadi secara nasional. Data ini akan mengungkapkan seberapa rentan Indonesia terhadap isu aging farmers yang menjadi isu pertanian secara global.

Selain itu, Sensus Pertanian 2023 akan memperbarui sistem pendataan petani skala kecil atau biasa disebut petani gurem,yang sudah ada sebelumnya. Bila sebelumnya pendataan hanya diukur dari kepemilikan luas lahan 0,5 hektar, kini menjadi lebih luas mencakup aset ternak hingga pendapatan petani skala kecil.

"Sesuai standar FAO, ada perubahan konsepnya. Kalau selama ini petani gurem hanya berdasarkan luas lahan 0,5 hektar, nanti juga ada aset ternak dan termasuk pendapatan. Kita akan meliht petani kecil pada level mana secara statistik," kata dia.

Baca juga: Yakin Produksi Beras Dalam Negeri Cukup, Mentan: Cek Saja Data BPS

 


Habibullah mengatakan, dengan pendataan luas lahan, aset ternak, hingga pendapatan maka pengukuran level petani kecil antar-provinsi tentu akan berbeda.

Ia menyebut, kepemilikan luas lahan di Papua tentu tak bisa disamakan dengan kepemilikan luas lahan di Jawa, maupun dengan kepemilikan lahan di Sumatera.

"Jadi dari level kepemilikan luas lahan petani kecil di kabupaten A akan berbeda dengan level luas lahan petani kecil di kabupaten B," imbuhnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com