Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Said Abdullah
Ketua Badan Anggaran DPR-RI

Ketua Badan Anggaran DPR-RI. Politisi Partai Demoraksi Indonesia Perjuangan.

Semerbak Asa Ekonomi Indonesia di 2023

Kompas.com - 30/11/2022, 17:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Harga ekuitas bank di Eropa cenderung turun, keadaan ini bisa memangkas kemampuan bank untuk menjalankan peran transmisi pada sektor riil. Langkah sembrono beberapa bank mencari modal di pasar saham melalui produk derivatif hanya akan mengulang tragedi greed and corruption on Wall Street era 1970 an.

Kita sendiri pernah mengalami kehancuran sistem keuangan ketika krisis moneter tahun 1997, dan imbasnya masih kita tanggung hingga kini. Pemerintah harus berburu untuk mengembalikan harta negara dari debitur nakal yang mendapat dana talangan.

Memang benar bahwa fundamental ekonomi kita saat ini jauh lebih baik dibanding era 97. Berbagai reformasi struktural yang kita tempuh dua puluh lima tahun terakhir cukup membantu kita memiliki protokol krisis yang cukup baik. Resiliensi kita juga terlihat lebih baik. Namun kita harus selalu mawas diri, pasar kerapkali krisis imanensi.

Modal nasional

Imbas menurunnya ekonomi global memang tidak langsung menghantam kita. Keterhubungan kita dengan transaksi dan perdagangan internasional harus kita periksa satu per satu. Jalur perdagangan internasional justru menguntungkan Indonesia dengan terus mencatatkan surplus selama 30 bulan, menjadi berkah pendapatan dan devisa negara yang kian tebal.

Namun gejala menurunnya harga komoditas pada tahun depan patut kita waspadai. Dompet pendapatan negara bisa jadi akan tidak setebal dua tahun terakhir. Berkahnya, tekanan inflasi bisa jadi lebih mereda.

Kita terhubung dengan jalur pembiayaan melalui pinjaman luar negeri maupun pembelian SBN global. Porsi asing memang terus menurun pada komposisi SBN.

Tren kebijakan hawkish ikut menyeret suku bunga acuan Bank Indonesia  (BI) ikut naik. Imbasnya biaya dana yang kian mahal ini perlu kita waspadai. Untungnya tahun ini pemerintah masih memiliki silpa cukup besar, sehingga bisa menjadi “tabungan” pembiayaan pada tahun depan agar tidak menyedot pembiayaan lebih besar di saat bunga mahal.

Melihat kecenderungan mata uang dolar AS pulang kampung, kita harus cermati, dampaknya pada tekanan kurs terhadap rupiah kian menguat. Imbas lebih jauh akan mendongkrak utang korporasi yang berdenominasi dolar. Pemerintah dan korporasi besar harus mulai menaruh pembiayaan mereka lebih variatif, termasuk berbagai skema pembayaran internasional, agar tidak semata bertumpu kepada dolar AS.

Modal terbesar ekonomi kita menghadapi “gonjang ganjing” dunia ke depan adalah kekuatan ekonomi rakyat. Dari sisi suplai, UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) menopang 61,9 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, termasuk berhimpunnya tenaga kerja berskala besar.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Mayoritas Responden Anggap Pemerintah Lebih Fokus Bangun IKN ketimbang Ekonomi Rakyat

Dari sisi permintaan, rumah tangga rakyatlah yang menggerakkan roda ekonomi nasional. Pasar domestik inilah yang berkali-kali menyelamatkan ekonomi kita saat badai krisis menerpa ekonomi global.

UMKM dan koperasi inilah sesungguhnya manifestasi nyata dari praktik ekonomi Pancasila. Mereka bukan hanya kumpulan modal, tetapi juga orang, dan kerja sama.

Potensi inilah yang harus kita kembangkan dengan menaruh perhatian, dan pikiran, serta mengalokasikan sumber daya nasional pada tahun-tahun mendatang. Sudah waktunya cetak biru pembangunan ekonomi meletakkan UMKM dan koperasi sebagai soko guru pembangunan. Sebab sektor ini selalu memberi semerbak asa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com