Sepanjang kuartal I 2021, misalnya, realisasi penerimaan cukai mencapai Rp 49,56 triliun atau 27,54 persen dari target keseluruhan. Sementara, CHT pada tahun itu mencapai 48,22 triliun atau 27,75 persen dari target.
Baca juga: Cukai Rokok Naik, Bisakah Menurunkan Jumlah Perokok di Indonesia?
Lebih lanjut Misbakhun menjelaskan, kebutuhan bahan baku IHT diperkirakan sebesar 450.000 ton per tahun. Sementara, pasokan bahan baku sekitar 170.000 ton. Di samping itu, IHT juga melakukan impor, terutama untuk produk oriental, burley, dan virginia.
“Industri tembakau isinya diperas oleh negara untuk penerimaan. Kemudian, dibangunlah narasi kesehatan. Apa yang dipungut oleh negara masih belum seberapa (jika dibandingkan) pengorbanan rakyat (petani dan buruh tembakau) untuk mengobati kesehatan. Mereka (pemerintah) bicara Rp 500 sampai Rp 600 triliun (pendapatan negara dari sektor ini), yang mana (manfaatnya untuk para petani)?” kata Misbakhun.
Misbakhun juga menyayangkan narasi kenaikan CHT pada 2023 dan 2024 yang tidak menyenangkan bagi masyarakat di akar rumput, yakni petani tembakau, buruh tani, dan buruh pabrik rokok. Hingga kini, golongan ini dianggapnya masih harus berjuang sendiri merangkai harapan untuk mereguk hidup yang lebih baik.
Menurut Misbakhun, nasib petani tembakau terombang ambing tata niaga yang tidak adil. Belum lagi, mereka harus berhadapan dengan cuaca buruk, gagal panen, dan kebijakan pengendalian tembakau.
Baca juga: Cukai Rokok Naik, 4 Tahun Petani Tembakau Kondisinya Terpuruk
Di sisi lain, tak banyak petani tembakau yang paham dengan aturan pengendalian tembakau. Bagi mereka, hal ini mungkin terlalu rumit untuk dicerna.
Harapan mereka sederhana, yakni hasil panen mendapat harga layak dari pabrik rokok. Dengan begitu, mereka dapat menyekolahkan anak agar dapat mentas atau terlepas dari jerat kemiskinan.
Misbakhun pun menceritakan pengalamannya bertemu para petani tembakau, buruh tani, dan buruh linting rokok di Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo, Jawa Timur (Jatim).
"Seorang perempuan buruh linting rokok ikut membantu suaminya menopang ekonomi keluarga. Suaminya bekerja sebagai buruh tani. Mereka berusaha agar bisa menyekolahkan anaknya. Lantas, apa yang sudah diberikan negara kepada mereka?" tegas Misbakhun.
Baca juga: Soal Cukai Rokok, Ini Saran DPR untuk Pemerintah
Ia juga menyayangkan, profesi sebagai petani tembakau dan buruh linting rokok kerap dipandang sebelah mata. Hal ini terbukti dari dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) yang salah satunya diprioritaskan untuk kegiatan alih profesi para buruh dan petani tembakau.
“Saya berpikir obyektif saja. Apakah cara kita mengelola negara harus menjadi tidak obyektif kepada rakyatnya? Roadmap-nya pun harus jelas. Sebab itu, negara harus hadir dan mewujudkan keberpihakan kepada petani dan buruh di sektor IHT. Saya enggak akan berhenti (bersuara) sampai kapan pun,” kata Misbakhun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.