Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ramalan" BI soal Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Tahun Depan

Kompas.com - 01/12/2022, 11:02 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan di kisaran 4,5-5,3 persen secara tahunan (year on year/yoy). Adapun angka proyeksi ini sama dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi BI di 2022.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, meski diproyeksikan sama dengan tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat pada 2024 menjadi 4,7-5,5 persen.

Perry bilang, pertumbuhan ekonomi 2023-2024 akan ditopang oleh ekspor, konsumsi, peningkatan investasi, hilirisasi, infrastruktur, penanaman modal asing, dan pariwisata.

Baca juga: Terbitkan Buku Putih Rupiah Digital, Gubernur BI: Kami Namakan Proyek Garuda

Sedangkan untuk jangka menengah, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi di kisaran 5-5,8 persen di 2027.

"Insya Allah Tuhan menghendaki ekonomi indonesia pada 2023 dan 2024 akan menunjukkan ketahanan dan kebangkitan. pertumbuhan akan cukup baik," ujarnya saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2022).

Sementara itu, inflasi yang saat ini masih sangat tinggi diperkirakan akan kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada 2023. Dengan inflasi inti akan kembali lebih awal pada paruh pertama 2023 seiring dengan tetap terkendalinya inflasi harga impor.

Baca juga: Dunia Masih Bergejolak, Gubernur BI Waspadai Resflasi


BI akan berupaya menurunkan ekspektasi inflasi di 2023 dengan cara bersinergi dengan pemerintah untuk memberikan subsidi ernergi, suku bunga acuan BI naik secara terukur, stabilitas nilai tukar rupiah, dan berkoordinasi dengan tim pengendalian inflasi pusat dan daerah.

"Inflasi yang masih sangat tinggi sekarang ini akan kembali ke sasaran 3 plus minus 1 persen pada 2023 dan 2,5 plus minus 1 persen pada 2024," ucapnya.

Menurutnya, optimisme terhadap pemulihan ekonomi perlu terus diperkuat dengan tetap mewaspadai rambatan dari ketidakpastian global, termasuk risiko stagflasi dan bahkan resflasi.

Baca juga: Data Ekonomi RI Positif, BI Diminta Tak Terapkan Kebijakan Moneter Restriktif

Hal ini mengingat risiko koreksi pertumbuhan ekonomi dunia dan berbagai negara dapat terjadi apabila tingginya fragmentasi politik dan ekonomi terus berlanjut, serta pengetatan kebijakan moneter memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu menurunkan inflasi di masing-masing negara.

Pasalnya, Perry bilang, dunia saat ini masih bergejolak dengan adanya perang Rusia dan Ukraina yang belum pasti kapan akan berakhir dan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas.

Ditambah adanya kebijakan karantina wilayah (lockdown) di China hingga Semester I 2023, harga energi dan pangan masih tinggi, serta pasokan dan distribusi barang masih tersendat.

"Memperkuat optimisme dan tetap waspada. Ekonomi akan semakin pulih dan bangkit menuju Indonesia maju," pungkasnya.

Baca juga: Ada Tren Kenaikan Suku Bunga BI, Ini Dampaknya ke Bunga Simpanan Bank

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com