PRODUSEN nikel terbesar di Tanah Air, PT Vale Indonesia Tbk (Vale) bersama Zhenjiang Huayou Cobalt Co., Ltd telah meresmikan groundbreaking megaproyek pengembangan pabrik nikel di Pomala, Sulawesi Tenggara pada 27, November, 2022. Proyek High-Pressure Acid Leach (HPAL) itu membutuhkan dana investasi senilai Rp 67,5 triliun.
Proyek itu juga disebut mampu merekrut 12.000 pekerja untuk konstruksi proyek dan banyak rantai jaringan bisnis mendapat berkah dari pengembangan mega proyek tersebut. Proyek itu membuat denyut nadi pembangunan ekonomi daerah di Sulawesi Tenggara bergerak.
Proyek HPAL milik Vale tersebut merupakan yang terbesar di Tanah Air dengan kapasitas 120.000 metrik ton per tahun. Tak salah jika Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut B Pandjaitan mengatakan, itu bukan proyek biasa, tetapi proyek luar biasa.
Baca juga: Bijak Mencermati Kontrak Tambang Vale Indonesia
Karena proyek itu mampu membangun sebuah ekosistem litium untuk baterai kendaraan listrik. Luhut mengatakan, kita tak bisa membangun baterai mobil listrik jika tak ada proyek HPAL yang akan memproduksi litium.
Proyek tersebut tentu sejalan dengan proyek yang akan dikerjakan Indonesia Batteray Corporation (IBC), yang akan membangun ekosistem mobil listrik. IBC adalah perusahaan patungan antara Pertamina (Persero), PLN (Persero), MIND ID, dan PT Aneka Tambang Tbk.
BUMN tambang seperti MIND ID, ANTM, PT Timah Tbk memang memiliki nikel, kobalt, dan tembaga untuk baterai kendaraan listrik. Namun, perusahaan BUMN tambang yang tergabung dalam IBC tak memiliki litium. Vale justru membangun proyek HPAL yang mampu membantu negeri ini membangun sebuah ekosistem kendaraan listrik.
Dengan kontribusi semacam itu, diharapkan politisi di Senayan tak lagi gaduh terkait isu perpanjangan kontrak Vale. Orang yang paham perhitungan ekonomi dan korporasi akan mengatakan, jika proyeknya sudah groundbreaking dan jumlah dana investasi yang dikeluarkan sangat signifikan, pemerintah harus memperpanjang kontrak Vale.
Vale juga merupakan perusahaan Indonesia yang tercatat di pasar modal. Saham Vale 20 persen dimiliki publik di pasar modal. Selain itu, perusahaan tambang BUMN, MIND ID juga mengontrol 20 persen saham Vale. Jadi tak semestinya lagi ribut soal perpanjangan kontrak.
Kontribusi Vale untuk pengembangan sektor hilir nikel di Indonesia bukan hanya pada proyek HPAL di Pomala. Proyek di Pomala itu hanya sebagian kepingan proyek Vale untuk membantu pengembangan industri tambang di negeri ini.
Proyek RKEF di Bahodopi akan bermitra dengan Shandong Xinhai dan Baowu Steel dengan investasi senilai 2,1 miliar dolar. Sementara proyek HPAL di Sorowako adalah pengembangan dari proyek yang ada sekarang dengan dana investasi senilai 2 miliar dolar.
Jika tiga proyek besar Vale ini berjalan, Indonesia akan diuntungkan, bukan hanya dari pengembangan sektor hilir tambang dan pengembangan ekosistem mobil listrik, tetapi juga dari segi perekrutan tenaga kerja. Dalam hitungan kasar, tiga proyek ini akan mampu merekrut 30.000 tenaga kerja lokal.
Baca juga: Menimbang Keberadaan PT Vale Indonesia
Ini setara dengan proyek Grasberg milik PT Freeport Indonesia yang mampu merekrut tenaga kerja sebesar 30.000 orang dan ratusan kontrak. Ini sangat berarti di tengah situasi ekonomi dunia yang semakin tak menentu sekarang ini.
Selain itu, proyek Vale penting di tengah keengganan produsen nikel lain membangun pabrik HPAL untuk litium mobil listrik.
Proyek sebesar ini juga sulit kita dapatkan dari pengusaha di negeri ini. Produsen nikel dan perusahaan-perusahaan kecil domestik hanya mampu mengeksplorasi nikel di hulu tanpa membangun smelter di hilir. Produsen nikel lain hanya ingin mengeruk nikel dengan harga rendah dan tak membutuhkan ahli dalam bidang pertambangan.