JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia harus optimistis dalam menghadapi perekonomian ke depan, di tengah berlanjutnya gejolak ekonomi global. Oleh sebab itu, ia tak ingin menyampaikan hal-hal yang justru membuat Indonesia menjadi pesimis.
Menurut kepala negara itu, optimisme tersebut seiring dengan berbagai indikator perekonomian yang menunjukkan kinerja positif. Dana Moneter Internasional (IMF), bahkan menyebut Indonesia menjadi titik terang di tengah gelapnya perekonomian global.
"Saya tidak ingin menyampaikan hal-hal yang menyebabkan kita pesimis, artinya saya tidak ingin cerita lagi bahwa dunia baru kena ini, baru kena itu. Memang itu betul faktanya seperti itu, tapi saya enggak akan cerita lagi," ujarnya dalam Rapimnas Kadin 2022 di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Baca juga: Kecuali Jokowi, Semua Kepala Negara Pusing
"Saya ingin cerita yang optimis-optimis. Karena Managing Director-nya IMF sendiri menyampaikan bahwa Indonesia ini adalah titik terang di kesuraman ekonomi global. Alasan dia berbicara seperti itu karena dia baca angka," lanjut Jokowi.
Ia menjelaskan, data perekonomian Indonesia terkini menunjukkan kinerja ekonomi yang terjaga baik di tengah pelemahan global. Seperti laju inflasi yang semakin terkendali, dari sebelumnya berada di 5,7 persen pada Oktober 2022 menurun di November 2022 menjadi sebesar 5,42 persen.
Laju inflasi itu, kata Jokowi, jauh lebih terkendali ketimbang negara-negara lain yang justru bisa mencapai 10 persen, 12 persen, bahkan hingga di atas 80 persen.
Pertumbuhan ekonomi di sepanjang 2022 juga terjaga di kisaran 5 persen. Pada kuartal I-2022 ekonomi tercatat tumbuh 5,01 persen, kuartal II-2022 tumbuh 5,44 persen, dan kuartal III-2022 tumbuh 5,72 persen.
"Kenapa kita harus pesimis, kalau angkanya terjaga seperti itu? Kita harus optimis dengan angka-angka itu," ucapnya.
Baca juga: Jokowi: RI Jadi Titik Terang di Tengah Gelapnya Ekonomi Global, tapi Tetap Perlu Waspada
Selain itu, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia juga tetap berada di zona ekspansif dalam 14 bulan terakhir, di mana pada November 2022 berada di level 50,3. Masih berada pada level di atas 50, ketika banyak negara yang justru indeks manufakturnya terkontraksi.
Kemudian, dari sisi neraca perdagangan, Indonesia mampu mencatat surplus di sepanjang 2022, bahkan selama 30 bulan berturut-turut. Kinerja positif ini sekaligus menunjukkan tingkat laju ekspor RI lebih tinggi ketimbang laju impor.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.