Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Krisis Pupuk Dunia: Dampaknya bagi Indonesia

Kompas.com - 03/12/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pemerintah Sri Lanka (Rajapaksa) kemudian menyatakan ‘state of emergency’ untuk mencegah situasi tidak terkendali akibat kemarahan rakyatnya.

Banyak spekulasi terkait penyebab hal ini. Tapi yang jelas, pencabutan subsidi dan pelarangan impor pupuk menyebabkan tidak tersedianya pupuk bagi petani Sri Lanka merupakan faktor utama dan pertama penyebab krisis yang terjadi di Sri Lanka.

Peristiwa ini ditulis dengan gamblang oleh Chelsea Follett dan Malcolm Cochran pada 15 Juli 2022, di Human Progress dengan judul The country's economic collapse is a grim preview of what can result from distorting markets in the name of utopian priorities: Sri Lanka Is a Wake-Up Call for Eco-Utopians.

Pertanian merupakan tulang punggung ekonomi Sri Lanka, sekitar 10 persen dari populasi bekerja di pertanian, dan 70 persen orang Sri Lanka secara langsung atau tidak langsung bergantung pada pertanian.

Teh merupakan salah satu komoditas utama yang sangat penting bagi Sri Lanka dan merupakan bagian lebih dari 10 persen pendapatan ekspor Sri Lanka.

Untuk mendukung industri vital itu, negara menghabiskan ratusan juta dolar AS per tahun untuk mengimpor pupuk sintetis, sebagai bagian dari kebijakan subsidi pupuk yang di terapkan di Sri Lanka sejak 1962. Sri Lanka tidak memiliki industri pupuk kimia seperti halnya Indonesia.

Selama kampanye pemilihannya pada 2019, Rajapaksa berjanji untuk ‘phase-out “ dari subsidi pupuk yang telah berjalan hampir 60 tahun, dengan transisi sepuluh tahun, yaitu tahun 2030 ke pertanian organik.

Dia mempercepat rencananya pada April 2021, dengan larangan impor mendadak untuk pupuk dan pestisida sintetis.

Dia begitu percaya diri dengan kebijakannya, sehingga dia menyatakan dalam sebuah artikel untuk World Economic Forum pada 2018, "Beginilah cara saya akan membuat negara saya kaya lagi pada tahun 2025."

Lebih dari 90 persen petani Sri Lanka terbiasa menggunakan pupuk kimia sebelum dihapuskan subsidi dan ditiadakan penggunaannya oleh pemerintah. Dampaknya luar biasa: 85 persen penurunan terhadap hasil tanaman.

Produksi padi turun 20 persen, sehingga mendorong harga padi meningkat 50 persen hanya dalam 6 bulan. Sri Lanka harus mengimpor 450 juta dollar AS setara beras, padahal beberapa bulan sebelumnya Sri Lanka adalah negara dengan swasembada beras.

Harga wortel dan tomat naik lima kali lipat, sementara ekspor teh yang menjadi andalan negara dan rakyat Sri Lanka menukik mencapai angka terendahnya sejak dua dekade lalu, yaitu turun 18 persen (antara November 2021-Februari 2022).

Langkah ke depan

Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka krisis pupuk mendapat atensi khusus Presiden Joko Widodo, apalagi dunia mendapat pembelajaran dari kasus Sri Lanka.

Kesimpulan yang dapat dapat ditarik dari kejadian dramatis ini bahwa krisis pupuk sudah terjadi di dunia dan Indonesia sudah terdampak.

Celakanya, kita tidak tahu sampai berapa dollar AS kenaikan itu dan sampai kapan kondisi ini akan terjadi? Fakta lapangannya harga pupuk terus melonjak. Itulah sebabnya pertemuan G20 memberikan atensi khusus untuk itu.

Indonesia harus belajar dari pil pahit kasus Sri Lanka bahwa kebijakan yang gegabah berupa pencabutan “subsidi” dan mendorong petani menggunakan pupuk organik dan pupuk-pupuk bio hayati dalam usaha tani mereka tidak dapat menyelesaikan masalah dan bahkan justru menyebabkan kerugian yang tidak terbatas terhadap ketahanan pangan bangsa dan negara, bahkan mendorong terjadinya negara gagal (fail state).

Kita tidak bisa menyarankan kepada petani mengunakan pupuk organik atau dalam bentuk lainnya seperti pupuk bio-hayati, karena unsur hara utama yang diperlukan tanaman berupa N, P dan K dalam jumlah besar sebagai bahan utama penyusun produksi dan produktivitas tanaman.

Sementara pupuk organik kandungan hara makro N, P dan K di bawah 3 persen. Unsur-unsur ini bagaikan 4 sehat bagi manusia dan disempurnakan dengan yang ke 5 berupa bio hayati atau bahan organik, bukan sebaliknya.

Beberapa pakar menyarankan agar kebijakan pupuk subsidi dialihkan ke subsidi langsung, bahkan ada yang menyarankan untuk subsidi output.

Tetapi para pakar ini tidak melihat situasi rumitnya perubahan kebijakan tersebut yang dapat memicu permasalahan baru. Apabila tidak dikelola dapat memunculkan krisis lainnya.

Dalam jangka pendek bahkan menengah, sampai dengan krisis pupuk ini sudah pulih, disarankan tidak ada perubahan kebijakan subsidi pupuk.

Indonesia hanya perlu membangun sistem subsidi yang lebih efisien dan efektif, tetapi tidak perlu menghilangkan (phase-out) subsidi pupuk sebagaimana Sri Lanka, sehingga krisis pupuk di Indonesia dapat ditanggulangi dengan baik.

Kebijakan subsidi pupuk yang sudah berjalan 53 tahun sudah memberikan kontribusi terhadap swasembada pangan 1984 dan mampu memenuhi kebutuhan utama bangsa Indonesia.

*Analis Kebijakan Utama, Kementerian Pertanian

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com