Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Krisis Pupuk Dunia: Dampaknya bagi Indonesia

Kompas.com - 03/12/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Muhrizal Sarwani dan Sumardjo Gatot Irianto*

PRESIDEN Joko Widodo pada saat membuka sesi pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, menekankan dampak negatif krisis pupuk yang dapat memicu krisis lanjutan berupa krisis pangan terutama pada negara-negara berkembang, bahkan krisis pangan dunia.

Langka bahan baku dan pupuk diprediksi dapat memicu anjloknya produksi, bahkan gagal panen di berbagai belahan dunia, utamanya pada 48 negara berkembang yang memiliki tingkat kerawanan pangan tinggi.

Itulah sebabnya, masalah krisis pupuk menjadi bagian dari deklarasi G20.

Situasi krisis pupuk mulai dirasakan sejak akhir 2021 (November-Desember) lalu. Mengutip dari Bisnis.com, pupuk Urea mengalami peningkatan harga mencapai 235,85 persen sepanjang tahun 2021.

Harga pupuk Urea sempat berada di harga 265 dollar AS per ton dan naik menjadi 890 dollar AS per ton pada Desember 2021.

Mengutip data dari Food Export & Fertilizer Restrictions Tracker yang dikembangkan oleh David Laborde (IFPRI, 2022), harga urea menyentuh hampir 1.000 dollar AS per ton, tepatnya 993 dollar AS per ton pada Juli 2022.

Dampak lanjutan dari situasi ini bisa memicu daya beli pupuk oleh petani anjlok, sehingga produksi anjlok dan memicu terjadinya krisis pangan.

Melambungnya harga pangan sejak pandemi Covid-19 ditambah dengan retriksi ekpor pangan oleh beberapa negara penghasil pangan, dapat memicu krisis pangan terutama negara-negara miskin dan sedang berkembang.

Kerusuhan yang terjadi di Sri Lanka merupakan contoh faktual terjadinya krisis pupuk yang berdampak terhadap terjadinya krisis pangan.

Tulisan ini membahas terjadinya krisis pupuk di dunia dan dampaknya bagi Indonesia, sebagai pembelajaran juga ditampilkan contoh kasus Sri Lanka. Pertanyaan fundamentalnya, apa sebenarnya pemicu krisis pupuk dunia?

Krisis pupuk dunia

Mengapa lonjakan harga pupuk yang drastis bisa terjadi? Fenomena ini dapat dijelaskan dari melonjaknya harga bahan baku pupuk seperti gas alam (bahan baku urea), batuan fosfat (bahan baku pupuk P) maupun KCl yang di trigger pandemi covid 19, perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan, serta kebijakan pembatasan ekspor beberapa negara penghasil pupuk untuk mengamankan pasokan pupuk dan produksi pangan dalam negeri.

Gas alam merupakan bahan baku dan sumber energi dalam produksi amonia dan urea, (bahan dasar pupuk N).

Gas alam berkontribusi 70-80 persen dari biaya total produksi amonia/urea. Kondisi ini diperparah dengan melambungnya harga batubara sebagai sumber energi.

Harga gas alam mengalami peningkatan terutama di Eropa dan Asia pada akhir 2021. Implikasinya produsen pupuk di Eropa menurunkan kapasitas produksi amonia dan urea sebesar 55 persen.

Sementara itu, China juga terpaksa menurunkan produksi urea meskipun bahan bakunya berasal dari gasifikasi batubara, disebabkan karena naiknya harga batu bara.

Selain itu, China mulai mengambil kebijakan penghapusan kapasitas produksi dari penggunaaan batubara karena dianggap sudah tidak efisien, sehingga menyebabkan penurunan produksi urea (Hebebrand dan Laborde 2022). Situasi ini juga berkontribusi pada peningkatan harga pupuk dunia.

Sementara itu, batuan fosfat yang merupakan bahan baku utama pupuk P juga mengalami peningkatan harga, yang mendorong naiknya harga pupuk P.

Demikian halnya pupuk K juga meningkat seiring tingginya harga energi, tingginya permintaan, dan terbatasnya pasokan.

Pandemi Covid-19 dan bencana alam (badai) di Amerika bagian tenggara (U.S Southeast) yang merupakan pusat produksi pupuk, menyebabkan terganggunya produksi dan transportasi (distribusi) pupuk, sehingga mengganggu pasokan pupuk global, yang pada akhirnya memicu kenaikan harga pupuk global.

Perang Rusia-Ukraina menambah parah situasi pupuk global, antara lain menyebabkan gangguan perdagangan di laut hitam yang mendorong kenaikan biaya perdagangan dan ketidakpastian ekspor pupuk dari Rusia dan Belarusia.

Dua negara ini merupakan dua dari lima negara pengeskpor pupuk (N, P, dan K) terbesar di dunia. Rusia merupakan pengekspor utama pupuk nitrogen dunia dengan share 19,7 persen (7,88 juta ton) (FAOSTAT, 2019), pengekspor kedua terbesar pupuk kalium dunia, dan pengekspor ketiga terbesar pupuk P dunia (FAO, 2022; Balaji dan Babu, 2022).

Rusia menyumbang lebih dari 15 persen terhadap ekspor pupuk (N, P, K) global tahun 2020 (UNCTAD 2022).

Beberapa negara sangat tergantung terhadap pasokan pupuk Rusia. Sebagai contoh, pada tahun 2021-2022, Rusia merupakan pemasok pupuk terbesar kelima di India (Balaji dan Babu, 2022).

Brasil juga sangat tergantung pada pasokan pupuk Rusia. Selain itu, Rusia termasuk eksportir gas alam terbesar di dunia (UNCTAD 2022) dan batubara terbesar ketiga dengan kontribusi 15 persen dari ekspor global tahun 2019 (OECD 2022).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com