Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur BI: Dollar AS Masih Akan Kuat

Kompas.com - 05/12/2022, 14:07 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dollar AS dalam beberapa hari terakhir. Pagi tadi, Senin (5/11/2022), data Bloomberg mencatat rupiah dibuka menguat ke level Rp 15.369 per dollar AS.

Meski begitu, Bank Indonesia (BI) menilai tren penguatan rupiah itu hanya sementara, sebab dollar AS masih memiliki peluang penguatan ke depannya.

Gubernur BI Pery Warjiyo mengatakan, kebijakan pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) mambuat dollar AS menguat terhadap seluruh mata uang di dunia, termasuk rupiah. Tercatat, indeks dollar pernah mencapai 114 atau menguat sekitar 25 persen (year on year/yoy).

"Dan kemarin, juga beberapa minggu ini (dollar AS) mulai melemah, indeks dollar sekarang sekitar 106. Tapi ke depan tentu saja dollar itu masih akan kuat," ujarnya dalam seminar Indef, Senin (5/12/2022).

Baca juga: Menguat, Rupiah Pagi Tembus Level Rp 15.300 Per Dollar AS

Ia menjelaskan, penguatan dollar AS ke depan sangat bergantung pada tingkat inflasi di AS dan kenaikan suku bunga The Fed. Laju inflasi yang tinggi di Negeri Paman Sam itu akan membuat The Fed merespons dengan kenaikan suku bunga.

BI pun memperkirakan suku bunga The Fed akan mencapai 5 persen di kuartal I-2023, naik dari posisi saat ini yang di level 3,75 persen - 4 persen. Meski begitu, kata Perry, bank sentral AS dalam memutuskan kebijakannya tentu akan menimbang antara kenaikan suku bunga dengan risiko resesi.

"Kami perkirakan strong (penguatan) dollar akan berlanjut dan karenanya memberikan tekanan nilai tukar kepada banyak negara dunia, hampir seluruh negara dunia adalah mengalami pelemahan, tidak terkecuali rupiah," papar Perry.

Ia menuturkan, inflasi global saat ini mencapai 8,2 persen. Sementara di negara-negara maju seperti AS inflasinya sebesar 8,8 persen, Inggris sebesar 10 persen, serta zona euro atau Eropa mencapai 10 persen.

Perry menyebut, laju inflasi yang tinggi itu masih akan bertahan dan baru akan mengalami penurunan inflasi pada kuartal IV-2023 mendatang.

"Kami perkirakan inflasi global yang sekarang 8,2 persen, untuk akhir tahun depan bisa turun menjadi 6,6 persen, baru kembali akan rendah di tahun 2024," tutupnya.

Baca juga: BI Jelaskan Perbedaan Rupiah Digital dengan Uang Tunai dan Kripto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com